BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Periode modern dalam sejarah Islam dimulai dari tahun
1800 M dan berlangsung hingga
sekarang. Di awal periode ini kondisi
Islam secara politis berada dibawah penetrasi kolonialisme. Dan pada pertengahan abad ke-20M, dunia Islam mulai
bangkit dan memerdekakan negrinya dari penjajahan kolonialisme.
Periode ini dilatar belakangi oleh munculnya renaissance
di Eropa. Dan kejadian tersebut membangkitkan bangsa Barat dari keterpurukan
yang telah lama terjadi dan mencapai kemajuan. Dengan kemajuan mereka, mereka
mulai melakukan berbagai riset dan perjalanan ke belahan bumi yang lain hingga
mengalami kemajuan dalam berbagai bidang. Dan terjadilah perputaran nasib yang
hebat dalam kesejarahan umat manusia. Dengan kekuasaan bangsa barat terhadap
lautan, dengan bebas mereka melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan dari dan
keseluruh dunia, tanpa mendapat hambatan yang berarti dari lawan-lawan mereka.
Sehingga satu persatu Negara Islam mulai jatuh ke dalam genggamannya sebagai
Negara jajahan.
Keadaan tersebut menyadarkan umat Islam kemunduran
umat islam dan mulai membangun untuk kebangkitan Islam. Dan kebangkitan ini
dipengaruhi oleh beberapa factor yang
diantaranya adalah pertama, timbulnya
kesadaran dikalangan ulama bahwa banyak ajaran-ajaran asing yang masuk dan
diterima sebagai ajaran Islam. Dan ajaran-ajaran tersebut bertentangan dengan
ajarang Islam yang semestinya. Kedua, pada
periode ini barat mendominasi dunia dibidang politik dan peradaban. Hal ini
menyadarkan para intelektual muslim yang meneruskan studinya di Barat atas
ketertinggalan umat Islam oleh Barat.[1]
Dengan kesadaran umat Islam akan ketertinggalan mereka
oleh bangsa Barat, para intelektual muslim mulai melakukan berbagai upaya untuk
membangkitkan umat Islam dari keterpurukkannya yang diantaranya melalui bidang
pendidikan. Dan dalam makalah ini akan dibahas upaya yang dilakukan oleh para
intelektual muslim dalam bidang pendidikan. Sehingga dapat dilihat
sisi historisitas peradaban Islam pada masa itu dengan adanya gerakan-gerakan
pembaharuan yang terjadi.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimanakah
pendidikan Islam
pada masa pembaharuan ?
2.
Siapa saja tokoh pembaharuan pendidikan Islam masa
pembaharuan, dan sejauh mana kontribusi mereka dalam pendidikan Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pembaharuan Pendidikan Islam
Modernisasi yang mengandung pikiran, aliran, gerakan,
dan usaha untuk mengubah paham, adat istiadat, intitusi, dan sebagainya, agar
dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan yang baru yang timbul
oleh kemajuan ilmu pengetahuan serta tekhnologi modern.[2] Modernisasi atau pembaharuan juga berarti
proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa
hidup sesuai tuntutan hidup masa kini.
Dengan demikian, jika kita kaitkan dengan pembaharuan
pendidikan Islam dapat diartikan sebagai suatu upaya melakukan proses perubahan
kurikulum, cara, metodologi, situasi dan pendidikan Islam dari yang tradisional
(ortodox) kearah yang lebih rasional, dan professional sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu.[3]
B. Latar
Belakang Sosial Politik Pembaharuan Pendidikan Islam
Seiring dengan sejarah panjang pergulatan perkembangan
umat manusia, termasuk di dalamnya dunia Islam membawa kepada terjadinya
dinamisasi superioritas atas penguasaan, baik ideologi, sosial, politik dan
lain sebagainya oleh dominasi golongan umat tertentu. Pergulatan peradaban
antara Islam dan Barat sangat berpengaruh pada terjadinya perkembangan pola
piker umat manusia pada berbagai kemajuan
di segala bidang. Walaupun secara ideologis terjadi perperangan,
ternyata khazanah keilmuain semakin berkembang pesat, hanya saja terjadi
perebutan klaim atas ilmu tesebut. Dan salah satu buktinya adalah selalu
munculnya gerakan-gerakan pembaharuan yang ingin mengembalikan superioritasnya
masing-masing, tatkala tanda-tanda keterpurukannya mulai tampak.
Pembaharuan pendidikan Islam pada esensinya adalah
pembaharuan pemikiran dalam perspektif intelektual Muslim yang pastinya
berkaitan dengan masalah pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang
terpenting. Bukan saja sebagai wahana “konservasi” dalam arti tempat
pemeliharaan, pelestarian, penanaman dan pewarisan nilai-nilai dantradisi suatu
masyarakat, tetapi juga sebagai “kreasi” yang dapat menciptakan, mengembangkan
dan mentransformasikan masyarakat ke arah budaya baru.[4]
Setelah sekian lama dijajah oleh kaum imperialis
Barat, umat Islam mulai menyadari keterbelakangan dan ketertinggalan
peradabannya. Dan bangkitlah umat muslim yang dipelopori oleh para pemikir dan
tokoh umat Islam yang menyorakkan kembali terbukanya pintu ijtihad, perlunya
Pan Islamisme, kesadaran beragama dan berbangsa, hingga perlunya filsafat
dipelajari. Dan dkesadaran ini direalisasikan dalam bentuk praksis dengan
dihidupkannya kegiatan intelektual melalui penggalakan kegiatan berpikir di
dunia universitas-universitas Islam.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong
terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam.
1.
Pertama
faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat
memerlukan satu system pendidikan Islam yang betul – betul bisa dijadikan
rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas,
bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
2.
Kedua
faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor
terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah
dan membawa perubahan phragmatik umat islam untuk belajar secara terus menerus
kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa
terminimalisir.
Kesadaran ini merupakan awal dari era baru pemikiran
Islam.
Dengan berbagai peristiwa sejarah dunia Islam, sebenarnya hal paling pokok yang melatar belakangi terjadinya berbagai gerakan pembaharuan Islam adalah fenomena kemunduran dunia Islam itu sendiri dan berpindahnya adikuasa peradaban umat manusia ke tangan Barat, akibat pergolakan sosial politik yang terjadi.
Dengan berbagai peristiwa sejarah dunia Islam, sebenarnya hal paling pokok yang melatar belakangi terjadinya berbagai gerakan pembaharuan Islam adalah fenomena kemunduran dunia Islam itu sendiri dan berpindahnya adikuasa peradaban umat manusia ke tangan Barat, akibat pergolakan sosial politik yang terjadi.
C. Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan meperhatikan berbagai macam sebab kemunduran
dan kelemahan umat Islam serta kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa
Barat, maka secara garis besarnya pembahruan umat islam terbagi menjadi tiga
pola, yaitu:
1.
Golongan
yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat.
pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber
kekuatan dan kesejahteraan bangsa Barat disebabkan oleh perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern yang mereka capai. Dan
pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan bangsa barat tidak lain bersumber
dari yang pernah berkembang dari dunia Islam. Oleh karena itu, maka untuk
mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kejayaan
tersebut harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain adalah
melalui pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif,
maka harus meniru pola Barat yang sukses itu. Mereka berpandangan bahwa usaha
pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan
/ sekolah dengan pola pendidikan Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya.
Jadi intinya, Islam harus meniru Barat agar bisa maju. Pembaharuan
pendidikan dengan pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H
/ 17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada
masa itu.[5]
2.
Gerakan
pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber ajaran Islam yang
murni
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri
merupakan sumber bagi kemajuan dan
perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Dan Islam telah
membuktikannya pada masa kejayaannya. Menurut analisa mereka, sebab kemunduran
umat Islam, adalah karena tidak lagi melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan
semestinya. Ajaran Islam yang mengandung sumber kemajuan dan kekuatan telah
ditinggalkan dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang tidak murni yang dimulai
sejak berhentinya perkembangan filsafat Islam dan ditinggalkannya pola
pemikiran secara rasional yangt dialihka kearah pemikiran yang pasif. Dan selain itu, menutupnya pintu ijtihad
membuat berkurangnya daya kemampuan umat Islam untuk mengatasi poblematika
hidup yang terus berubah.
Pola
pembaharuan ini telah dirintasi oleh Muhammad bin Abdul Wahab, kemudian
dicanangkan kembali oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh (akhir abad 19 M). Menurut Jamaluddin Al-Afghani,
pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist dalam artinya
yang sesungguhnya, tidaklah mungkin tidak dilakukan. Ia berkeyakinan bahwa
Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, zaman dan semua keadaan.
Dalam hal
ini, apabila ditemukan adanya pertentangan antara ajaran Islam dengan kondisi
yang ada pada perubahan zaman, penyesuaian akan diperoleh dengan mengadakan
interpretasi baru pada ajaran Islam. Oleh karenanya, pintu ijtihad harus
dibuka.[6]
Menurut
Jamaluddin Al-Afghani, kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana
dianggap oleh kebanyakan orang karena tidak sesuai dengan perubahan zaman dan
kondisi baru. Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam
yang sebenarnya dan mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi
Islam. Jadi, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam murni yang tidak
terkontaminasi oleh ajaran dan paham asing. Kalau manusia berpedoman kepada
agama, ia tidak sesat untuk selama-lamanya.
3.
Usaha
pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme.
Rasa nasionalisme muncul bersamaan dengan
berkembangan pola kehidupan modern yang dipelopori oleh bangsa Barat.
bangsa barat dapat maju dan berkembang dikarenakan rasa nasionalismenya yang
kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Dan hal
ini mendorong pada umumnya bangsa-bangsa timur dan bangsa yang terjajah,
menyorrakan semangat nasionalisme masing-masing. Umat Islam menyadari
keberagaman bangsa yang berlatar belakang dan sejarah yang berbeda-beda. Mereka
hidup beragama dengan agama lainnya yang sebangsa.[7]
Dan hal ini mendorong perkembangan rasa nasionalisme di dunia Islam.
Golongan nasionalis ini berusaha memperbaiki kehidupan
umat Islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi obyektif masyarakat pada
umumnya dan umat Islam pada khususnya dengan emngambil unsure-unsur yang berasal dari warisan bangsa yang
bersangkutan.
Sebagai akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan
Islam yang dilaksanakan dalam rangka untuk mengejar kekurangan dan keinggalan
dari dunia barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat kecenderungan
adanya dualisme dalam sistem pendidikan umat Islam. Usaha pendidikan modern
yang sebagaimana telah diuraiankan yang berorientasi pada tiga pola pemikiran,
membentuk suatu sistem atau pola pendidikan modern, yang mengambil pola sistem
pendidikan barat dengan penyesuaian-penyesuaian dengan Islam dan kepentingan
nasional. Di samping tetap menjalankan mempertahankan pendidikan tradisional
yang telah ada.[8]
Sistem pendidikan modern, pada umumnya dilaksanakan
oleh pemerintah yang pada mulanya untuk memenuhi tenaga ahli untuk kepentingan
pemerintah, dengan menggunakan kurikulum dan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan
modern. Sedangkan sistem pendidikan tradisional yang merupakan sisa-sisa dan
pengembangan sistem zawiyah, ribat atau pondok pesantren dan madrasah yang
telah ada di kalangan masyarakat, pada umumnya tetap mempertahankan kurikulum
tradisional yang hanya memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Dualisme
sistem pola pendidikan inilah yang selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di
semua negara dan masyarakat Islam, di zaman modern. Dualisme ini pula yang
merupakan problema pokok yang dihadapi oleh usaha pembaharuan pendidikan Islam.
D. Tokoh dan
sasaran pembarharuan pendidikan Islam
Tokoh pembaharuan pendidikan Islam bercorak modernis.
Sejalan dengan pembahruan pendidikan Islam penuh dilakukan pada 3 wilayah
kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani, Mesir, India.
1.
Wilayah Turki
Pembaharuan pendidikan didunia Islam dimulai
dikerajaan Turki Usmani pada akhir abad ke 11 H/17 M yang dilatar belakangi oleh kekalahan-kekalahan
kerajaan Usmani dalam peperangan dengan Eropa menyebabkan timbulnya usaha
sekularisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk turki modern. Adapun
tokoh yang mencoba melakukan upaya tersebut ialah :
a. Sultan Ahmad
III. Adanya kekalahan yang dialami kerajaan Turki Usmani menyebabkan Sultan
Ahmad III prihatin dan melakukan intropeksi, dengan melakukan pengiriman duta
ke Eropa untuk mengamati perkembangan barat. Dengan mendirikan sekolah teknik
militer, mendirikan percetakan untuk mempermudah Access buku pengetahuan. Upaya
ini dilakukan sampai beliau wafat dan kemudian digantikan oleh Sultan Mahmud
II.
b. Sultan
Mahmud II. Sultan Mahmud II merupakan kelanjutan dari Sultan Ahmad III.
Pembaharuan yang dilakukan dengan memperbaiki system pendidikan madrasah dengan
memasukkan ilmu pengetahuan umum. Kemudian mendirikan model disekolah barat.
2.
Wilayah Mesir
Tokoh yang
melakukan upaya pembaharuan khususnya pendidikan adalah Muhammad Ali Pasya dan
Muhammad Abduh
a. M. Ali
Pasya. Ia mendirikan kementrian pendidikan dan lembaga pendidikan, membuka
sekolah teknik , kedokteran, pertambangan, mengirin siswa untuk belajar ke negri barat.
Gerakan pembaharuan memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi barat kepada
umat Islam.[9]
b. M. Abduh. Melakukan
pembaharuan pendidikan di Al-Azhar dengan memasukkan ilmu modern. Mendirikan
komite perbaikan administrasi Al-Azhar tahun 1895, melaksanakan pembaharuan
administratif yang bermanfaat yang diantaranya adalah kurikulum, metode
mengajar dan pendidikan wanita.
Kurikulum merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena kurikulum yang
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka itu tidak akan terwujud dengan
baik. Dan dalam lembaga pendidikan di Mesir Ia mendapatkan didalam kurikulumnya
terdapat dualisme.[10]
Metode mengajar pun perlu diperhatikan untuk meningkatkan daya penangkapan para
siswanya, yaitu dengan metode yang praktis. Dan selain hal tersebut ia
mamandang wanita telah dirampas haknya oleh laki-laki. Menurutnya wanita harus
mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki.
c. Rasyid Ridha, merupakan murid dari Muhammad Abduh yang lahir pada 1865 Suria. Ia banyak
belajar dengan Muhammad Abduh ketika Muhammad Abduh sedang dalam buangan di
Beirut. Ia mulai mencoba menjalankan ide-ide pembaharuan ketika masih berada di
Suria dan mendapat tantangan dari Pihak Turki Utsmani, lalu ia memutuskan
pindah ke Mesir dan berada di dekat gurunya Muhammad Abduh pada tahun 1898.
Beberapa bulan setelah itu, ia menerbitkan majalah Al-Manar, yang juga
terkenal.
d. Ismail Raji’ Al-Faruqi
Lahir didaerah palestina pada tanggal 1 januari 1921 dan hijrah ke Mesir
untuk mengenyam pendidikan diuniversitas Al-Azhar. Perjalanan gerakan
pendidikannya dimulai setelah kelulusannya dari universitas Al-Azhar. Al-Faruqi
membentuk sebuah gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Yakni upaya
pengintegrasian antara disiplin ilmu modern dengan khazanah pengetahuan agama.
3.
Wilayah India.
Pembaharuan
pendidikan Islam di India bertujuan menghilangkan diskriminasi pendidikan Islam
tradisionalis dengan pendidikan sekuler. Adapun tokoh- tokoh pembaharuan di India sebagaimana
berikut:
a.
Sayyid Akhmad Khan (1817 – 1898 M). Ia berpendapat
bahwa peninggkatan kedudukan umat Islam
di India dapat diwujudkan dengan bekerjasama dengan Inggris. Kemudian
mendirikan lembaga pendidikan, sekolah Inggris mudarabbah 1864. kemudian
mendirkan pula Scientific Society, mendirikan lembaga pendidikan yang
didalamnya ilmu pengetahuan umum.
b.
Muhammad
Iqbal, berasal dari
keluarga golongan menengah di Punjab dan kahir di Sialkot tahun 1867. Untuk
meneruskan studi ia kemudian pergi ke Lahore dan belajar disana sampai
memperoleh gelar kesarjaan MA. Di tahu 1905 ia pergi ke negara Inggris dan belajar
filsafat di Universitas Cambridge. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich
Jerman, dan memperoleh gelar Ph.D dalam bidang tasawwuf. ia
berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama 500 tahun dikarenakan kebekuan
dalam pemikiran. Hukum dalam Islam telah sampai pada keadaan statis. Untuk
memperbaharui Islam di segala bidang (termasuk pendidikan), maka diperlukan
sebuah institusi penegak Hukum Islam yang menanungi seluruh umat Islam dalam
sebuah naungan negara yang dinamakan Khilafah Islamiyah
E. Rekronstuksi
Kehidupan umat Islam pada khusunya dan masyarakat
Indonesia pada umumnya harus dipersiapkan melalui pendidikan. dan pada umumnya
system pendidikan nasional Indonesia dihadapi berbagai tantangan baik internal
dan eksternal. Tantangan dari internal adalah menjauhnya system pendidikan nasional dari cita-cita semula yakni mengembangkan
sifat pendidikan yang rasional, demokratis.[11]Adapaun
tantangan dari eksternal adalah kerawanan elit plitik, kerawanan kepribadian
generasi muda dan kerawanan struktur social.
Dalam UUSPN No.20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional
bertujuan untuk “mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang
luhur, memiliki kemampuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kebribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa bertanggung jawab
kemasyarakatan yang kebangsaan”. Dan pada UUSPN 2003 pasal 1 dinyatakan
bahwa: “pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasrkan Pancasila dan UUD 1945 dan perubahannya yang
bersumber pada ajaran agama, keanekaragaman Indonesia, serta tanggap terhadap
perubahan zaman”.
Mencermati UUSPN diatas terhadap keadaan realitas
pendidikan nasional Indonesia sekarang ini belum ada yang terpenuhi secara
maksimal. Dari segi pemerintahan, perhatian pemerintah terhadap pendidikan
masih dinilai kurang. Dan dapat dibuktikan dengan ketidak terusnya
potensi-potensi yang luar biasa untuk mencapai kemajuannya. Selain itu masih
terdapat diskrimatif dalam pendidikan. pendidikan adalah milik orang yang
mempunyai modal. Sehingga orang-orang yang tidak memiliki cukup modal akan
terlantar pendidikannya. Dan pendidikan sawasta menjadi alternative bagi mereka
dari pada lembaga pendidikan nasional, yang mana lembaga pendidikan swasta
dinilai lebih murah dan hal tersebut berdampak kepada rendahnya mutu karena
keterbatasan dana, sarana dan perhatian pemerintah terhadap lembaga pendidikan
swasta. Dan hal tersebut seakan-akan memperlihatkan bahwa pendidikan nasional
adalah milik pemerintah, bukan milik rakyat.
Kurikulum-khususnya kurikulum pendidikan Islam yang
diberikan terkesan bongkar pasang, statis dan kurang progresif, dan kehilangan elan vital keislamannya. Karena
kurikulum tersebut dibentuk atas dasar trial
and error dan tidak berangkat dari pendekatan filosofis yang obyektif. Statis, muatan kurikulum terkesan
mengulang meteri pelajaran pada tingkatan pelajaran sebelumnya. Kurang progresif , rumusannya berkisar
hanya menjawab berbagai persoalan “kemarin” dan”kekinian” yang terjadi dan belum mampu memprediksikan
persoalan yang akan datang.[12]
Dalam pendidikan agama Islam yang dikembangkan selama
ini masih bersifat verbaltis yang menekankan aspek indoktrinasi dan penanaman
nilai ala kadarnya daripada penumbuhan daya kritis dan pengembangan
intelektualisme siswa. Pembelajaran yang seperti ini akan mengakibatkan anak
tidak memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual karena yang dihadapannya
hanya berupa aturan-aturan yang mengikat, sehingga daya gerak intelektualnya
menjadi terbatas. Dan selain itu anak tidak memiliki pemahaman keagamaan yang terbuka, toleran dan inklusif. Hal ini
merupakan konskwensi logis dengan pembelajaran yang bersifat doktriner.
Dari keadaan dan model pendidikan nasional yang sperti
itu, tidak diragukan lagi dapat membentuk pola pemikiran masyarakat yang
individualis, matrialistis yang berpendapat bahwa pendidikan diciptakan untuk
memperoleh pekerjaan serta menurunnya moral dan akhlak masyarakat.
Dari berbagai latar belakang masalah pendidinkan
nasional yang terjadi, melalui kesejarahan pendidikan pada masa pembaharu Islam
yang di antaranya adalah:
1.
Elit
Politik
Meningkatkan perhatian serta dukungan pemerintah
terhadap pendidikan nasional Indonesia dengan cara menghilangkan deskriminatif
dalam pendidikan, pembiayaan dan mengirimkan para duta intelektual ke
Negara-negara yang lebih maju,untuk meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi. Mengembalikan esensi pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum
dalam UUSPN tahun 2003. Memperbaiki system pendidikan nasional dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum pada lembaga pendidikan tradisional dan memasukan pengetahuan agama pada
lembaga pendidikan modern.
2.
Kurikulum
Membentuk pendidikan yang mampu mengintergrasi-interkoneksiakan antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum.
Kurikulum dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan disesuaikan dengan
tingkatnya. Muh. Abduh berpendapat bahwa dasar pembentukan agama hendaknya
sudah dimulai sejak masa kanak-kanak. Dan hendaknya pelajaran agama dijadikan
sebagai inti semua pelajaran. Karena pendidikan agama merupakan dasar
pembentukan jiwa dan pribadi manusia.
Dalam pembuatan kurikulum, lebih memprioritaskan
sumber agama yakni Al-Qur’an dan Hadist, dan tidak menafikan adanya pengadopsian
sumber-sumber dari barat. Dalam kurikulum Islamisasi Ismail Al-Faruqi, dengan
memasukkan segala keilmuan dalam kurikulum, lembaga pendidikan memiliki
kurikulum yang actual, responsive terhadap tuntutan masalah yang kontemporer.
Yang artinya lembaga pendidikan akan menghasilkan lulusan yang visioner,
berpandangan integrative, proaktif dan tanggap terhadap masa depan serta tidak dikotomistik dalam
keilmuan.
3.
Aspek
Pendidik
Dalam hal ini pendidik ditempatkan pada tempat yang selayaknya. Artinya kopetensi dan
professional yang mereka miliki dihargai sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu
adanya selektivitas pendidik yang benar shaleh dan berkopeten serta memiliki
kemampuan dalam menafsirkan berbagai teori berdasarkan pendekatan Islamib
secara meyakinkan serta mampu membimbing peserta didik secara tepat untuk
menemukan pemecahan dan jawaban yang benar.
Dengan demikian menurut Al-Faruqi perlu ditetapkan
criteria pendidik, selain indeks prestasi sebagai parameter kualitas
intelektal, penting dilakukan wawancara yang menyangkut aqidah, keimanan, dan
keagamaan, jiwa dan sikap terhadap jabatan. Dan criteria ini harus ditopang
oleh kode etik islami tentang profesi guru. Seorang pendidik harus memiliki
kemampuan subtantif. Yakni, berupa penguasaan dua segi keilmuan, pengetahuan
agama dan pengetahuan umum sekaligus serta menentukan relevansinya. Selain
kemampuan subtantif seorang guru juga dituntun untuk memiliki kemampuan non
subtantif, yakni memiliki multi skill dikdatis. Yakni mencangkup keterampilan
dalam penggunaan metode dan strategi pembelajaran, pengelolaan atau manajemen
pendidikan, pengevaluasian, dll. Yang secara keseluruhannya bertumpu pada
unsure tauhid.
BAB III
PENUTUP
Kesimpualan
Ketertinggalan
umat islam oleh bangsa barat menyadarkan umat islam untuk bangkit kembali dan
mengadakan gerakan-gerakan pembaharuan yang dipromotori oleh para intelektual
dan ulama muslim. Dan kesadaran ini secara garis besarnya didasari oleh:
1.
Pertama
faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat
memerlukan satu system pendidikan Islam yang betul – betul bisa dijadikan
rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas,
bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
2.
Kedua
faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor
terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah
dan membawa perubahan phragmatik umat islam untuk belajar secara terus menerus
kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa
terminimalisir.
Pola yang diterapkan oleh pembaharu adalah sebagai
berikut:
1.
Golongan
yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat.
2.
Gerakan
pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber ajaran Islam yang
murni
3.
Usaha
pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme.
Rekontruksi yang dapat diambil dari sejarah pendidikan
islam era modern adalah:
1.
Pengembalian
kembali esensi dari pendidikan.
2.
Meningkatkan
perhatian dan dukungan pemerintah pada kemajuan pendidikan.
3.
Mengintegrasikan
ilmu pengetahuan agama dan pengetahuan umum.
4.
Penempatan
guru ditempat yang selayaknya serta melakukan Penseleksian guru yang memiliki
criteria yang telah ditetapkan ang mempunya kemampuan subtantif dan
nonsubtantif yang berorientasikan pada tauhid.
DAFTAR
PUSTAKA
Yatim,
Badri. 2008. Sejarah Budaya Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Nata,
Abuddin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Swito. 2005 . Sejarah
Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media
Zuhaini
dkk. 1986. Sejarah Pendidikan Islam. JAkarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Nizar,
Syamsul.2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Mansur dan
Mahmud Junaidi. 2005. Rekontruksi Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama 2005
http://www.fadliutama.co.cc/2010/12/masa-pembaharuan-pendidikan-islam.html
http://islam-inklusif.co.cc/?p=3
[1]
Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Budaya
Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2008) hal.173
[2] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. (Ed.), Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada2004). Hal.187
[5] Dra. Zuhaini dkk. Sejarah Pendidikan Islam, (JAkarta: Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam1986) hal. 116-117
[10]
Prof. Dr. H. Syamsul Nizar, M.Ag, Sejarah
Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2007) hal.240
[11]
Mansur dan Mahmud Junaidi, Rekontruksi
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama 2005),
hal.163
[4] Ibid, E. Mulyasa, hal. 170
[5] Ibid, hal. 156
No comments:
Post a Comment