Friday 1 June 2012

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM MASA MODERN


BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Periode modern dalam sejarah Islam dimulai dari tahun 1800 M dan  berlangsung hingga sekarang.  Di awal periode ini kondisi Islam secara politis berada dibawah penetrasi kolonialisme. Dan pada  pertengahan abad ke-20M, dunia Islam mulai bangkit dan memerdekakan negrinya dari penjajahan kolonialisme.
Periode ini dilatar belakangi oleh munculnya renaissance  di Eropa. Dan kejadian tersebut membangkitkan bangsa Barat dari keterpurukan yang telah lama terjadi dan mencapai kemajuan. Dengan kemajuan mereka, mereka mulai melakukan berbagai riset dan perjalanan ke belahan bumi yang lain hingga mengalami kemajuan dalam berbagai bidang. Dan terjadilah perputaran nasib yang hebat dalam kesejarahan umat manusia. Dengan kekuasaan bangsa barat terhadap lautan, dengan bebas mereka melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan dari dan keseluruh dunia, tanpa mendapat hambatan yang berarti dari lawan-lawan mereka. Sehingga satu persatu Negara Islam mulai jatuh ke dalam genggamannya sebagai Negara jajahan.
Keadaan tersebut menyadarkan umat Islam kemunduran umat islam dan mulai membangun untuk kebangkitan Islam. Dan kebangkitan ini dipengaruhi  oleh beberapa factor yang diantaranya adalah pertama, timbulnya kesadaran dikalangan ulama bahwa banyak ajaran-ajaran asing yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam. Dan ajaran-ajaran tersebut bertentangan dengan ajarang Islam yang semestinya. Kedua, pada periode ini barat mendominasi dunia dibidang politik dan peradaban. Hal ini menyadarkan para intelektual muslim yang meneruskan studinya di Barat atas ketertinggalan umat Islam oleh Barat.[1]
Dengan kesadaran umat Islam akan ketertinggalan mereka oleh bangsa Barat, para intelektual muslim mulai melakukan berbagai upaya untuk membangkitkan umat Islam dari keterpurukkannya yang diantaranya melalui bidang pendidikan. Dan dalam makalah ini akan dibahas upaya yang dilakukan oleh para intelektual muslim dalam bidang pendidikan. Sehingga dapat dilihat sisi historisitas peradaban Islam pada masa itu dengan adanya gerakan-gerakan pembaharuan yang terjadi.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah pendidikan Islam pada masa pembaharuan ?
2.      Siapa saja tokoh pembaharuan pendidikan Islam masa pembaharuan, dan sejauh mana kontribusi mereka dalam pendidikan Islam


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pembaharuan Pendidikan Islam
Modernisasi yang mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham, adat istiadat, intitusi, dan sebagainya, agar dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan yang baru yang timbul oleh kemajuan ilmu pengetahuan serta tekhnologi modern.[2]  Modernisasi atau pembaharuan juga berarti proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai tuntutan hidup masa kini.
Dengan demikian, jika kita kaitkan dengan pembaharuan pendidikan Islam dapat diartikan sebagai suatu upaya melakukan proses perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan pendidikan Islam dari yang tradisional (ortodox) kearah yang lebih rasional, dan professional sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu.[3]

B.  Latar Belakang Sosial Politik Pembaharuan Pendidikan Islam
Seiring dengan sejarah panjang pergulatan perkembangan umat manusia, termasuk di dalamnya dunia Islam membawa kepada terjadinya dinamisasi superioritas atas penguasaan, baik ideologi, sosial, politik dan lain sebagainya oleh dominasi golongan umat tertentu. Pergulatan peradaban antara Islam dan Barat sangat berpengaruh pada terjadinya perkembangan pola piker umat manusia pada berbagai kemajuan  di segala bidang. Walaupun secara ideologis terjadi perperangan, ternyata khazanah keilmuain semakin berkembang pesat, hanya saja terjadi perebutan klaim atas ilmu tesebut. Dan salah satu buktinya adalah selalu munculnya gerakan-gerakan pembaharuan yang ingin mengembalikan superioritasnya masing-masing, tatkala tanda-tanda keterpurukannya mulai tampak.
Pembaharuan pendidikan Islam pada esensinya adalah pembaharuan pemikiran dalam perspektif intelektual Muslim yang pastinya berkaitan dengan masalah pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang terpenting. Bukan saja sebagai wahana “konservasi” dalam arti tempat pemeliharaan, pelestarian, penanaman dan pewarisan nilai-nilai dantradisi suatu masyarakat, tetapi juga sebagai “kreasi” yang dapat menciptakan, mengembangkan dan mentransformasikan masyarakat ke arah budaya baru.[4]
Setelah sekian lama dijajah oleh kaum imperialis Barat, umat Islam mulai menyadari keterbelakangan dan ketertinggalan peradabannya. Dan bangkitlah umat muslim yang dipelopori oleh para pemikir dan tokoh umat Islam yang menyorakkan kembali terbukanya pintu ijtihad, perlunya Pan Islamisme, kesadaran beragama dan berbangsa, hingga perlunya filsafat dipelajari. Dan dkesadaran ini direalisasikan dalam bentuk praksis dengan dihidupkannya kegiatan intelektual melalui penggalakan kegiatan berpikir di dunia universitas-universitas Islam.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam.
1.    Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system pendidikan Islam yang betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
2.    Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan phragmatik umat islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir.
Kesadaran ini merupakan awal dari era baru pemikiran Islam.
Dengan berbagai peristiwa sejarah dunia Islam, sebenarnya hal paling pokok yang melatar belakangi terjadinya berbagai gerakan pembaharuan Islam adalah fenomena kemunduran dunia Islam itu sendiri dan berpindahnya adikuasa peradaban umat manusia ke tangan Barat, akibat pergolakan sosial politik yang terjadi.
C.  Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan meperhatikan berbagai macam sebab kemunduran dan kelemahan umat Islam serta kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa Barat, maka secara garis besarnya pembahruan umat islam terbagi menjadi tiga pola, yaitu:
1.      Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat.
pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan bangsa Barat disebabkan oleh perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern yang mereka capai. Dan pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan bangsa barat tidak lain bersumber dari yang pernah berkembang dari dunia Islam. Oleh karena itu, maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kejayaan tersebut harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain adalah melalui pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif, maka harus meniru pola Barat yang sukses itu. Mereka berpandangan bahwa usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan / sekolah dengan pola pendidikan Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya. Jadi intinya, Islam harus meniru Barat agar bisa maju. Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H / 17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu.[5]

2.      Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber ajaran Islam yang murni
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan  dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Dan Islam telah membuktikannya pada masa kejayaannya. Menurut analisa mereka, sebab kemunduran umat Islam, adalah karena tidak lagi melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan semestinya. Ajaran Islam yang mengandung sumber kemajuan dan kekuatan telah ditinggalkan dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang tidak murni yang dimulai sejak berhentinya perkembangan filsafat Islam dan ditinggalkannya pola pemikiran secara rasional yangt dialihka kearah pemikiran yang pasif.  Dan selain itu, menutupnya pintu ijtihad membuat berkurangnya daya kemampuan umat Islam untuk mengatasi poblematika hidup yang terus berubah.
Pola pembaharuan ini telah dirintasi oleh Muhammad bin Abdul Wahab, kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh (akhir abad 19 M). Menurut Jamaluddin Al-Afghani, pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist dalam artinya yang sesungguhnya, tidaklah mungkin tidak dilakukan. Ia berkeyakinan bahwa Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, zaman dan semua keadaan.
Dalam hal ini, apabila ditemukan adanya pertentangan antara ajaran Islam dengan kondisi yang ada pada perubahan zaman, penyesuaian akan diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru pada ajaran Islam. Oleh karenanya, pintu ijtihad harus dibuka.[6]
Menurut Jamaluddin Al-Afghani, kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana dianggap oleh kebanyakan orang karena tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi Islam. Jadi, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam murni yang tidak terkontaminasi oleh ajaran dan paham asing. Kalau manusia berpedoman kepada agama, ia tidak sesat untuk selama-lamanya.

3.      Usaha pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme.
Rasa nasionalisme muncul bersamaan dengan  berkembangan pola kehidupan modern yang dipelopori oleh bangsa Barat. bangsa barat dapat maju dan berkembang dikarenakan rasa nasionalismenya yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Dan hal ini mendorong pada umumnya bangsa-bangsa timur dan bangsa yang terjajah, menyorrakan semangat nasionalisme masing-masing. Umat Islam menyadari keberagaman bangsa yang berlatar belakang dan sejarah yang berbeda-beda. Mereka hidup beragama dengan agama lainnya yang sebangsa.[7] Dan hal ini mendorong perkembangan rasa nasionalisme di dunia Islam.
Golongan nasionalis ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi obyektif masyarakat pada umumnya dan umat Islam pada khususnya dengan emngambil unsure-unsur  yang berasal dari warisan bangsa yang bersangkutan.
Sebagai akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam rangka untuk mengejar kekurangan dan keinggalan dari dunia barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat kecenderungan adanya dualisme dalam sistem pendidikan umat Islam. Usaha pendidikan modern yang sebagaimana telah diuraiankan yang berorientasi pada tiga pola pemikiran, membentuk suatu sistem atau pola pendidikan modern, yang mengambil pola sistem pendidikan barat dengan penyesuaian-penyesuaian dengan Islam dan kepentingan nasional. Di samping tetap menjalankan mempertahankan pendidikan tradisional yang telah ada.[8]
Sistem pendidikan modern, pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah yang pada mulanya untuk memenuhi tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan menggunakan kurikulum dan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan tradisional yang merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat atau pondok pesantren dan madrasah yang telah ada di kalangan masyarakat, pada umumnya tetap mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Dualisme sistem pola pendidikan inilah yang selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di semua negara dan masyarakat Islam, di zaman modern. Dualisme ini pula yang merupakan problema pokok yang dihadapi oleh usaha pembaharuan pendidikan Islam.
D.  Tokoh dan sasaran pembarharuan pendidikan Islam
Tokoh pembaharuan pendidikan Islam bercorak modernis. Sejalan dengan pembahruan pendidikan Islam penuh dilakukan pada 3 wilayah kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani, Mesir, India.
1.       Wilayah Turki
Pembaharuan pendidikan didunia Islam dimulai dikerajaan Turki Usmani pada akhir abad ke 11 H/17 M yang dilatar belakangi oleh kekalahan-kekalahan kerajaan Usmani dalam peperangan dengan Eropa menyebabkan timbulnya usaha sekularisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk turki modern. Adapun tokoh yang mencoba melakukan upaya tersebut ialah :
a.       Sultan Ahmad III. Adanya kekalahan yang dialami kerajaan Turki Usmani menyebabkan Sultan Ahmad III prihatin dan melakukan intropeksi, dengan melakukan pengiriman duta ke Eropa untuk mengamati perkembangan barat. Dengan mendirikan sekolah teknik militer, mendirikan percetakan untuk mempermudah Access buku pengetahuan. Upaya ini dilakukan sampai beliau wafat dan kemudian digantikan oleh Sultan Mahmud II.
b.      Sultan Mahmud II. Sultan Mahmud II merupakan kelanjutan dari Sultan Ahmad III. Pembaharuan yang dilakukan dengan memperbaiki system pendidikan madrasah dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum. Kemudian mendirikan model disekolah barat.
2.      Wilayah Mesir
Tokoh yang melakukan upaya pembaharuan khususnya pendidikan adalah Muhammad Ali Pasya dan Muhammad Abduh
a.    M. Ali Pasya. Ia mendirikan kementrian pendidikan dan lembaga pendidikan, membuka sekolah teknik , kedokteran, pertambangan, mengirin siswa untuk belajar ke negri barat. Gerakan pembaharuan memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi barat kepada umat Islam.[9]
b.    M. Abduh. Melakukan pembaharuan pendidikan di Al-Azhar dengan memasukkan ilmu modern. Mendirikan komite perbaikan administrasi Al-Azhar tahun 1895, melaksanakan pembaharuan administratif yang bermanfaat yang diantaranya adalah kurikulum, metode mengajar dan pendidikan wanita.
Kurikulum merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena kurikulum yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka itu tidak akan terwujud dengan baik. Dan dalam lembaga pendidikan di Mesir Ia mendapatkan didalam kurikulumnya terdapat dualisme.[10] Metode mengajar pun perlu diperhatikan untuk meningkatkan daya penangkapan para siswanya, yaitu dengan metode yang praktis. Dan selain hal tersebut ia mamandang wanita telah dirampas haknya oleh laki-laki. Menurutnya wanita harus mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki.
c.    Rasyid Ridha, merupakan murid dari Muhammad Abduh yang lahir pada 1865 Suria. Ia banyak belajar dengan Muhammad Abduh ketika Muhammad Abduh sedang dalam buangan di Beirut. Ia mulai mencoba menjalankan ide-ide pembaharuan ketika masih berada di Suria dan mendapat tantangan dari Pihak Turki Utsmani, lalu ia memutuskan pindah ke Mesir dan berada di dekat gurunya Muhammad Abduh pada tahun 1898. Beberapa bulan setelah itu, ia menerbitkan majalah Al-Manar, yang juga terkenal.
d.   Ismail Raji’ Al-Faruqi
Lahir didaerah palestina pada tanggal 1 januari 1921 dan hijrah ke Mesir untuk mengenyam pendidikan diuniversitas Al-Azhar. Perjalanan gerakan pendidikannya dimulai setelah kelulusannya dari universitas Al-Azhar. Al-Faruqi membentuk sebuah gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan. Yakni upaya pengintegrasian antara disiplin ilmu modern dengan khazanah pengetahuan agama.
3.      Wilayah India.
Pembaharuan pendidikan Islam di India bertujuan menghilangkan diskriminasi pendidikan Islam tradisionalis dengan pendidikan sekuler. Adapun tokoh- tokoh pembaharuan di India sebagaimana berikut:
a.       Sayyid Akhmad Khan (1817 – 1898 M). Ia berpendapat bahwa peninggkatan kedudukan umat Islam di India dapat diwujudkan dengan bekerjasama dengan Inggris. Kemudian mendirikan lembaga pendidikan, sekolah Inggris mudarabbah 1864. kemudian mendirkan pula Scientific Society, mendirikan lembaga pendidikan yang didalamnya ilmu pengetahuan umum.
b.      Muhammad Iqbal, berasal dari keluarga golongan menengah di Punjab dan kahir di Sialkot tahun 1867. Untuk meneruskan studi ia kemudian pergi ke Lahore dan belajar disana sampai memperoleh gelar kesarjaan MA. Di tahu 1905 ia pergi ke negara Inggris dan belajar filsafat di Universitas Cambridge. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich Jerman, dan memperoleh gelar Ph.D dalam bidang tasawwuf. ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama 500 tahun dikarenakan kebekuan dalam pemikiran. Hukum dalam Islam telah sampai pada keadaan statis. Untuk memperbaharui Islam di segala bidang (termasuk pendidikan), maka diperlukan sebuah institusi penegak Hukum Islam yang menanungi seluruh umat Islam dalam sebuah naungan negara yang dinamakan Khilafah Islamiyah
E.  Rekronstuksi
Kehidupan umat Islam pada khusunya dan masyarakat Indonesia pada umumnya harus dipersiapkan melalui pendidikan. dan pada umumnya system pendidikan nasional Indonesia dihadapi berbagai tantangan baik internal dan eksternal. Tantangan dari internal adalah menjauhnya system pendidikan  nasional dari cita-cita semula yakni mengembangkan sifat pendidikan yang rasional, demokratis.[11]Adapaun tantangan dari eksternal adalah kerawanan elit plitik, kerawanan kepribadian generasi muda dan kerawanan struktur social.
Dalam UUSPN No.20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kebribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa bertanggung jawab kemasyarakatan yang kebangsaan”. Dan pada UUSPN 2003 pasal 1 dinyatakan bahwa: “pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasrkan Pancasila dan UUD 1945 dan perubahannya yang bersumber pada ajaran agama, keanekaragaman Indonesia, serta tanggap terhadap perubahan zaman”.
Mencermati UUSPN diatas terhadap keadaan realitas pendidikan nasional Indonesia sekarang ini belum ada yang terpenuhi secara maksimal. Dari segi pemerintahan, perhatian pemerintah terhadap pendidikan masih dinilai kurang. Dan dapat dibuktikan dengan ketidak terusnya potensi-potensi yang luar biasa untuk mencapai kemajuannya. Selain itu masih terdapat diskrimatif dalam pendidikan. pendidikan adalah milik orang yang mempunyai modal. Sehingga orang-orang yang tidak memiliki cukup modal akan terlantar pendidikannya. Dan pendidikan sawasta menjadi alternative bagi mereka dari pada lembaga pendidikan nasional, yang mana lembaga pendidikan swasta dinilai lebih murah dan hal tersebut berdampak kepada rendahnya mutu karena keterbatasan dana, sarana dan perhatian pemerintah terhadap lembaga pendidikan swasta. Dan hal tersebut seakan-akan memperlihatkan bahwa pendidikan nasional adalah milik pemerintah, bukan milik rakyat.
Kurikulum-khususnya kurikulum pendidikan Islam yang diberikan terkesan bongkar pasang, statis dan kurang progresif, dan kehilangan elan vital keislamannya. Karena kurikulum tersebut dibentuk atas dasar trial and error dan tidak berangkat dari pendekatan filosofis yang obyektif. Statis, muatan kurikulum terkesan mengulang meteri pelajaran pada tingkatan pelajaran sebelumnya. Kurang progresif , rumusannya berkisar hanya menjawab berbagai persoalan “kemarin” dan”kekinian”  yang terjadi dan belum mampu memprediksikan persoalan yang akan datang.[12]
Dalam pendidikan agama Islam yang dikembangkan selama ini masih bersifat verbaltis yang menekankan aspek indoktrinasi dan penanaman nilai ala kadarnya daripada penumbuhan daya kritis dan pengembangan intelektualisme siswa. Pembelajaran yang seperti ini akan mengakibatkan anak tidak memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual karena yang dihadapannya hanya berupa aturan-aturan yang mengikat, sehingga daya gerak intelektualnya menjadi terbatas. Dan selain itu anak tidak memiliki pemahaman keagamaan  yang terbuka, toleran dan inklusif. Hal ini merupakan konskwensi logis dengan pembelajaran yang bersifat doktriner.
Dari keadaan dan model pendidikan nasional yang sperti itu, tidak diragukan lagi dapat membentuk pola pemikiran masyarakat yang individualis, matrialistis yang berpendapat bahwa pendidikan diciptakan untuk memperoleh pekerjaan serta menurunnya moral dan akhlak masyarakat.
Dari berbagai latar belakang masalah pendidinkan nasional yang terjadi, melalui kesejarahan pendidikan pada masa pembaharu Islam yang di antaranya adalah:
1.    Elit Politik
Meningkatkan perhatian serta dukungan pemerintah terhadap pendidikan nasional Indonesia dengan cara menghilangkan deskriminatif dalam pendidikan, pembiayaan dan mengirimkan para duta intelektual ke Negara-negara yang lebih maju,untuk meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Mengembalikan esensi pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam UUSPN tahun 2003. Memperbaiki system pendidikan nasional dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum pada lembaga pendidikan tradisional dan memasukan pengetahuan agama pada lembaga pendidikan modern.
2.    Kurikulum
Membentuk pendidikan yang mampu mengintergrasi-interkoneksiakan antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Kurikulum dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan disesuaikan dengan tingkatnya. Muh. Abduh berpendapat bahwa dasar pembentukan agama hendaknya sudah dimulai sejak masa kanak-kanak. Dan hendaknya pelajaran agama dijadikan sebagai inti semua pelajaran. Karena pendidikan agama merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi manusia.
Dalam pembuatan kurikulum, lebih memprioritaskan sumber agama yakni Al-Qur’an dan Hadist, dan tidak menafikan adanya pengadopsian sumber-sumber dari barat. Dalam kurikulum Islamisasi Ismail Al-Faruqi, dengan memasukkan segala keilmuan dalam kurikulum, lembaga pendidikan memiliki kurikulum yang actual, responsive terhadap tuntutan masalah yang kontemporer. Yang artinya lembaga pendidikan akan menghasilkan lulusan yang visioner, berpandangan integrative, proaktif dan tanggap terhadap  masa depan serta tidak dikotomistik dalam keilmuan. 
3.    Aspek Pendidik
Dalam hal ini pendidik ditempatkan pada tempat  yang selayaknya. Artinya kopetensi dan professional yang mereka miliki dihargai sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu adanya selektivitas pendidik yang benar shaleh dan berkopeten serta memiliki kemampuan dalam menafsirkan berbagai teori berdasarkan pendekatan Islamib secara meyakinkan serta mampu membimbing peserta didik secara tepat untuk menemukan pemecahan dan jawaban yang benar.
Dengan demikian menurut Al-Faruqi perlu ditetapkan criteria pendidik, selain indeks prestasi sebagai parameter kualitas intelektal, penting dilakukan wawancara yang menyangkut aqidah, keimanan, dan keagamaan, jiwa dan sikap terhadap jabatan. Dan criteria ini harus ditopang oleh kode etik islami tentang profesi guru. Seorang pendidik harus memiliki kemampuan subtantif. Yakni, berupa penguasaan dua segi keilmuan, pengetahuan agama dan pengetahuan umum sekaligus serta menentukan relevansinya. Selain kemampuan subtantif seorang guru juga dituntun untuk memiliki kemampuan non subtantif, yakni memiliki multi skill dikdatis. Yakni mencangkup keterampilan dalam penggunaan metode dan strategi pembelajaran, pengelolaan atau manajemen pendidikan, pengevaluasian, dll. Yang secara keseluruhannya bertumpu pada unsure tauhid.


BAB III
PENUTUP
Kesimpualan
 Ketertinggalan umat islam oleh bangsa barat menyadarkan umat islam untuk bangkit kembali dan mengadakan gerakan-gerakan pembaharuan yang dipromotori oleh para intelektual dan ulama muslim. Dan kesadaran ini secara garis besarnya didasari oleh:
1.    Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system pendidikan Islam yang betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah.
2.    Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan phragmatik umat islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir.
Pola yang diterapkan oleh pembaharu adalah sebagai berikut:
1.      Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat.
2.      Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber ajaran Islam yang murni
3.      Usaha pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme.
Rekontruksi yang dapat diambil dari sejarah pendidikan islam era modern adalah:
1.      Pengembalian kembali esensi dari pendidikan.
2.      Meningkatkan perhatian dan dukungan pemerintah pada kemajuan pendidikan.
3.      Mengintegrasikan ilmu pengetahuan agama dan pengetahuan umum.
4.      Penempatan guru ditempat yang selayaknya serta melakukan Penseleksian guru yang memiliki criteria yang telah ditetapkan ang mempunya kemampuan subtantif dan nonsubtantif yang berorientasikan pada tauhid.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Budaya Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Nata, Abuddin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam.  Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Swito. 2005 . Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media
Zuhaini dkk. 1986. Sejarah Pendidikan Islam. JAkarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Nizar, Syamsul.2007.  Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Mansur dan Mahmud Junaidi. 2005. Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama 2005
http://www.fadliutama.co.cc/2010/12/masa-pembaharuan-pendidikan-islam.html
http://islam-inklusif.co.cc/?p=3


[1] Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Budaya Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2008) hal.173
[2] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. (Ed.), Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada2004). Hal.187
[3] http://www.fadliutama.co.cc/2010/12/masa-pembaharuan-pendidikan-islam.html
[4] http://islam-inklusif.co.cc/?p=3
[5] Dra. Zuhaini dkk. Sejarah Pendidikan Islam, (JAkarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam1986) hal. 116-117
[6] Ibid, hal. 121
[7] Ibid., hal. 122
[8] Ibid.., hal. 123
[9] Prof. Dr. Swito, MA. Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media 2005) hal.172
[10] Prof. Dr. H. Syamsul Nizar, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2007) hal.240
[11] Mansur dan Mahmud Junaidi, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama 2005), hal.163
[12] Ibid, Prof. Dr. H. Syamsul Nizar, M.Ag, Op. Cit. hal. xxvi
-bidi-fn �Cf m � ��� s New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;mso-ansi-language:IN;mso-fareast-language:EN-US; mso-bidi-language:AR-SA'>[3] ibid, E. Mulyasa 2004, Hal. 149
[4] Ibid, E. Mulyasa, hal. 170
[5] Ibid, hal. 156

No comments: