Friday 1 June 2012

TAFSIR Q.S. AL-BAQOROH:177


TAFSIR Q.S. AL-BAQOROH:177
* }§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-ÎŽô³yJø9$# É>̍øóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm ÍrsŒ 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4qŸ2¨9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdÏôgyèÎ/ #sŒÎ) (#rßyg»tã ( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ  
(177). bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
A.  TAFSIR MUFRODAD
1.      ŽÉ9ø9$#= secara bahasa berarti memperbanyak kebaikan. Asal katanya adalah al-barr (daratan), lawan katanya adalah al-bahr (laut). Menurut syara’ adalah setiap sesuatu yang dijadikan sebagai sarana untuk taqorrub kepada Allah, yakni iman, amal saleh dan akhlak mulia.
2.      É>̍øóyJø9$#urŸ É-ÎŽô³yJø9$# @t6Ï% =mengarah kepada dua arah tersebut (timur dan barat)
3.        È@Î6¡¡9$#ûøó$#= orang yang mengadakan perjalanan jauh. Sehingga ia tidak bisa menghubungi kerabatnya untuk meminta bekal.
4.      û,Î#ͬ!$¡¡9$#u= orang yang meminta-minta kepada orang lain karena terdesak kebutuhan hidup. Pekerjaan ini dalam syari’at islam diharamkan kecuali dalam keadaan yang darurat, dan tidak ada pilihan kecuali meminta-minta.
5.      ä!$yù't7ø9$#= diambil dari kata al-busu’, yang artinya fakir atau sangat miskin.
6.      ä!#§ŽœØ9$#u= setiap sesuatu yang membahayakan manusia, seperti penyakit atau kehilangan yang dicintai.

B.  ASBABUN NUZUL Q.S. AL-BOQOROH: 177
Ketika Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuh memindahkan arah kiblat dari Baitul maqdis kearah Ka’bah, Antara kaum Muslim dan orang-orang ahli kitab (kaum Nasrani dan kaum Yahudi), terjadi pertengkaran dan perdebatan yang sengit. Ahli Kitab berpendapat bahwa sholat yang dilakukan dengan menghadap selain kearah Baitul Maqdis, maka sembahyangnya tidak sah dan ditolak oleh Allah dan mereka yang melakukannya tidak mengikuti petunjuk dan ajaran para Nabi. Sedangkan sebaliknya, kaum Muslim mengatakan bahwa sembahyang yang sah dan mendapat ridho-Nya adalah menghadap kearah Ka’bah (Masjidil Haram), yakni kiblat Nabi Ibrahim As sebagai bapak segala Nabi.
Melihat hal tersebut maka Allah menjelaskan  bahwa pokok kebajikan bukanlah menghadap kiblat secara tertentu. Sebab, disyari’atkannya menghadap kiblat itu hanya untuk mengingatkan orang yang sedang mengerjakan sholat bahwa dirinya sedang dalam keadaan menghadap Tuhannya.[1] Dan menghadap kiblat merupakan suatu tanda dan merupakan syi’ar untuk kesatuan umat guna mencapai suatu tujuan dalam mengabdikan diri kepada Allah. Dengan demikian, dapatlah umat membiasakan diri untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam segala urusan dan perjuangan. Selain itu, ayat ini juga mengajarkankepada umat Islam untuk terbiasa mengambil kesepakatan  dalam mengambil kesepakatan, bersatu dan melangkah bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut riwayat Ar Rabi’ dan Qatadah, sebab turunnya ayat ini adalah bahwa orang-orang Yahudi, sembahyang menghadap barat, sedang orang Nasrani menghadap timur. Masing-masing golongan mengatakan: golongannya adalah yang paling benar dan oleh karena itu golongannya lah yang berbakti dan berbuat kebajikan. Sedang golongan lain salah dan tidak dianggap berbakti dan berbuat kebajikan.[2] Oleh karena itu ayat ini diturunkan untuk membantah prasangka mereka.



C.  KANDUNGAN Q.S. AL-BAQOROH:177
        Dalam ayat ini deterangkan bahwa kebajikan bukan sekedar menghadap kearah Timur maupun Barat. Akan tetapi kebajikan yang sesungguhnya adalah beriman kepada Allah secara sungguh-sungguh, iman yang tertancap dan bersumber dari lubuk hati yang terkristalisasi dalam  sikap tingkah laku dan perbuatan.
Iman kepada Allah ini akan menciptakan suasana jiwa yang tentram, dan penolakan terhadap sikap diktator para pemimpin agama (selain Islam) yang hanya menindas manusia atas nama agama, mendakwakan dirinya sebagai perantara manusia dengan Tuhannya. Orang-orang yang benar-benar beriman tidak akan pernah bersedia menjadi budak manusia lainnya. Ia hanya mau tunduk dan taat terhadap Allah dan syari’at-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.
Iman kepada hari akhir sebagai tujuan akhir dari kehidupan dunia yang serba kurang dan fana ini. Hal ini mengingtakan kepada manusia bahwa ternyata ada alam lain yang ghoib yang akan dihuni. Sehingga manusia hendaknya usahanya tidak hanya dipusatkan untuk memenuhi kebutuhan  dan kepentingan duniawi.
Iman kepada malaikat adalah titik tolak iman kepada wahyu. Bahwa diantara tugas dari malaikat adalah menyampaikan wahyu kpada para Nabi dan memberikan ilham mengenai persoalan agama.
Iman kepada kitab-kitab Allah (Al-Qur’an, Injil, Taurot, Zabur)  yang dibawa oleh para Nabi sebagai petunjuk kejalan yang benar dan memerintahkan manusia untuk mengamalkan kandungan kitab baik perintahnya maupun menjauhi laranganya. Seorang yang yakin, bahwa sesuatu yang benar, akan terdorong untuk mengamalkannya, dan apabila ia yakin bahwa sesuatu akan membahayakan dirinya maka ia akan menjauhi dan meninggalkanya.
Iman-iman tersebut harus ada follow up yang menyertai dengan tindakan yang nyata, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat ini:
1.    Memberikan harta yang dicintainya kepada orang-orang yang membutuhkannya karena belas kasihan yang ditujukan kepada orang-orang sebagaimana berikut:
a.         Kerabat atau sanak family. Mereka adalah orang yang paling berhak mendapatkan uluran tangan. Karena berdasarkan fitrahnya, manusia memiliki rasa kasih sayang yang lebih terhadap sanak famili yang miskin disbanding orang lain. Ia akan merasakan kesengsaraan yang diderita oleh keluarganya dan begitu pula sebaliknya, kesejahteraan keluarga merupakan kesejahteraan dirinya.
b.        Anak yatim, yakni anak kecil dari kaum miskin yang tidak memiliki ayah atau ibu yang dapat memberikan nafkah kepada mereka. Mereka membutuhkan pertolongan agar dapat menyambung hidupnya dan meneruskan pendidikannya. Juga dapat menghindarkan bahaya yang dapat menimpa mereka dan orang lain sebagai akibat dari salah didik atau serba kekurangan.
c.         Kaum fakir miskin, mereka tidak mampu untuh memenuhi kehidupannya. Oleh karena itu umat Islam yang mampu diwajibkan untuk menolong mereka. Karena mereka juga bagian dari tubuh umat islam. Menolong mereka berarti menjaga keutuhan tubuh dan menghindarkannya dari kecacatan yang dapat merobohkan pembangunan umat.
d.        Ibnu Sabil (orang yang melakukan perjalanan jauh), ibnu sabil melakukan perjalanan yang panjang dan jauh dari sanak keluarga yang dapat membantunya, sehingga ia mengalami kekurangan. Dengan membantunya, ia akan dapat melanjutkan perjalanannya dan memberikan motivasi kepada umat muslim untuk mengembara mencari pengalaman maupun pengetahuan yang dapat membangun kejayaan umat.
e.         Orang yang terpaksa meminta-minta karena tidak ada jalan lain untuk memenuhi kebutuh yang dirasakan sangat berat dan terdesak.
f.         Memerdekakan budak atau hamba sahaya sehingga ia dapat memperoleh kemerdekaannya. Dan hal ini menunjukan bahwa Islam sebagai pembebas umat dari segala bentuk penindasan dan penganiayaan.
Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa menunaikan hak-hak yang dianjurkan Al-Qur’an mengandung unsur kebersamaan antar sesama umat muslim dan dapat membangun kesejahteraan umat. Sehingga terciptalah suasana yang penuh dengan rasa persatuan dan kesatuan serta rasa akrab dan saling memiliki.
                                 
2.    Mendirikan sholat, artinya mendirikan sholat sesuai dengan syari’at Islam. Sudah tentuk tidak hanya berupa gerak dan doa, melainkan perlu adanya penghayatan makna yang terkandung didalamnya. Sholat merupakan tiang agama, dan barang siapa yang menegakkannya maka sesungguhnya ia telah mendirika  agama, dan begitu pula sebaliknya barang siapa yang meninggalkannya, maka ia telah meruntuhkan agama. Karena sholat yang benar akan menciptakan perilaku yang mulia dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang keji.

3.    Menunaikan zakat kepada yang berhak menerimanya, sebagaimana yang tercantum dalam surah At-Taubah ayat 60. Dan dalam alqur’an apabila diperintahkan untuk mendirikan sholat selalu diiringi dengan perintah zakat. Hal ini dikarenakan ada hubungan yang sangat erat antara melaksanakan kebaktian dan kebajikan. Sebab sholat merupakan pembersih jiwa, sedang zakat merupakan pembersih harta.[3] Karena kebaktian tidak cukup dengan jiwa saja tetapi harus juga dengan harta.


4.    Menepati janji bagi yang telah mengadakan perjanjian, baik kepada Allah maupun sesama manusia kecuali janji yang bertentangan dengan syari’at Allah. Menepati janji berarti menjaga keutuhan masyarakat. Dengan demikian, akan membentuk suasana saling percaya yang dapat mengharmoniskan hubungan antar individu. Mengingkarinya berarti menimbulkan perpecahan, karena ingkar janji akan menimbulkan pertengkaran dan mengakibatkan kerusakan tatanan dalam masyarakat sekaligus menghambat laju pembangunan. Mengingat hal yang seperti ini, maka setiap individu yang hendak mengadakan perjanjian, berupaya seketat mungkin dengan syarat-syarat perjanjian yang berat yang disebabkan oleh rasa saling curiga. Sikap mereka hanyalah saling iri dan dendam.

5.    Keharusan sabar terhadap beberapa hal, yakni bersikap sabar ketika tertimpa kesengsaraan atau ketika miskin, atau tertimpa musibah. Allah mengkhususkan sabar atas hal tiga tersebut, sebab orang yang dapat bersabar dalam hal tersebut sudah barang tentu dapat bersabar terhadap hal-hal yang lainnya karena ketiga hal tersebut merupakan keadaan yang terlampau berat, dada terasa sesak, dan dapat menjerumuskan orang dalam kekafiran.

Dan mereka orang-orang yang benar-benar beriman yang terealisasikan dalam tindakan-tindakan seperti diatas bukan hanya sebatas ucapan, adalah orang-orang yang membuat benteng antara dirinya dengan murka Allah dengan cara menjalankan perintah-Nya serta meninggalkan segala larangan-Nya. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa siapapun yang telah melaksanakan ayat ini, berarti ia telah mempunyai kesempurnaan iman, atau ia telah mencapai derajat tertinggai dalam keimanan.[4]




KESIMPULAN

Surah Al-Baqoroh ayat 177 termasuk sejumlah ayat al-Quran terlengkap yang menerangkan prinsip-prinsip kebaikan terpenting dari sisi keyakinan, amal perbuatan dan akhlak dalam Islam. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa mengamalkan ayat ini, maka sempurnalah imannya."
Dalam ayat ini turun sebagai jawaban atas kasus perdebatan antara kaum muslim dan ahli kitab tentang arah menghadap arah kiblat. Bahwasannya sembahyang seseorang tidak akan sah dan ditolak oleh Allah apabila tidak mengarahkan mukanya kearah kiblat mereka. Dan untuk itu Allah memperingatkan melalui ayat ini bahwa urusan kebajikan tidalah hanya menghadapkan mukanya kearah timur atau barat, melainkan beriman dengan iman yang sebenar-benarnya. Yakni iman kepada Allah yang disertai dengan iman kepada hari akhir, malaikat, kitab-kitab Allah, para Nabi.
Jdan iman yang demikian harus disertai dengan tindakan yang jelas dalam bentuk amal perbuatan dengan melaksanakan tugas-tugas ibadah, seperti; solat, menolong para fakir dan orang-orang yang memerlukan dalam bentuk pemberian infak dan zakat yang merupakan bagian lain dari agama.
Namun, hanya menciptakan hubungan dengan Allah dan ciptaan-Nya tidaklah cukup, tetapi pemeliharaan hubungan dengan cara yang benar dan istiqomah memerlukan pemeliharaan prinsip-prinsip akhlak seperti; kesabaran, ketabahan, kesetiaan dan komitmen terhadap seluruh perjanjian Ilahi dan insani. Ayat ini menilai seorang Mukmin yang baik selain menunaikan infak wajibnya, yaitu zakat, juga menunaikan infak tidak wajib. Berbeda dengan sebagian orang saat menolong orang-orang yang memerlukan, mereka tidak mengeluarkan lagi hak-hak wajibnya. Dan sebagian lagi mengeluarkan zakat wajib, namun acuh tak acuh terhadap orang-orang miskin.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahnya
Al-Maroghi, Ahmad Musthofa.  1974. Tafsir Al-Maroghi 2. Semarang: Toha Putra
Dewan Penyelenggara Pentafsir Al-Qur’an. 1975.  Al-Qur’an dan Tafsirnya 1. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsiran Al-Qur’an


[1] Ahmad Musthofa Al-Maroghi. Tafsir Al-Maroghi 2 (Semarang: Toha Putra, 1974). Hal. 97
[2]. Dewan Penyelenggara Pentafsir Al-Qur’an. Al-Qur’an dan Tafsirnya 1 (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsiran Al-Qur’an, 1975). Hal.309
[3] Ibid,hal. 310
[4] Ibid, Tafsir Al-Maroghi.hal 101

No comments: