Wednesday 20 March 2013

JANGAN BIARKAN DIRIMU TERSESAT


Oleh: Rohmat Ainun Najib

Jika engkau pernah mekukan perjalanan ke daerah-daerah yang belum engkau pahami betul arah-arahnya, atau ketika mencari alamat yang waktu itu belum engkau hafal betul jalannya, engkau akan mengalami ketersesatan. Sehingga dalam keadaan yang bersamaan ketika engkau mulai buta arah, engkau akan clingak-clinguk mencari orang dan menanyakan arah mana yang harus engkau tuju.

Maka betapa engkau akan menikmati lika-liku perjalanan hidupmu. meskipun terkadang menjengkelkan, itulah kehidupan. Berbagai proses yang kita lalui dalam berbagai segmen hidup ini terkadang menurut kita menyulitkan dengan adanya keinginan lain yang mendesak.

Dalam ketersesatan, kita dituntut untuk bisa sesabar mungkin mengelola emosi yang tak terkontrol. Melawan keinginan diri sendiri yang mendesak kita untuk melewati jalan ini dan itu. Yang sebenarnya justru menuntun kita pada puncak ketersesatan. Sehingga kita kenal pepatah, malu bertanya sesat di jalan. Semakin kita sok-sok-an, merasa tau, kita akan semakin tersesat. Maka yang kita perlukan adalah kepekaan dalam hal ini kepekaan sosio-antropologis terhadap orang lain. Yakni menanyakan jalan mana yang searah dengan tujuan kita. Terkadang juga, satu dua kali kita bertanya masih saja kita buta arah, maka diperlukan naluri keberanian dan kesabaran untuk bertanya yang ketiga, keempat, dan bahkan kesepuluh kalinya. Dikarenakan tingkat pemahaman kita atas indikator-indikator yang kita peroleh dari orang yang kita tanyai begitu sedikit. Mungkin perberbedaan bahasa yang sulit dipahami, mungkin juga kitanya yang tidak begitu jeli memahami ucapan orang itu karena perhatian kita terpusat pada hal-hal lain. Ini problematika tersendiri yang kita hadapi ketika menghadapi orang lain dengan sosiologis yang berbeda pula. Sama halnya di tingkat kehidupan kita yang lebih luas. Dengan berbagai fenomenologi kehidupan yang begitu abstrak untuk kita temukan kepastian-kepastiannya. Harus benar-benar mengerti arah dan jalan mana yang harus kita lalui. Apakah jalan yang menurut kita ini benar memang benar atau justru menyesatkan. Atau bahkan lebih parahnya lagi kita tidak tau bahwa jalan yang kita lalui itu ternyata sesat. padahal simbah-buyut kita mengajarkan, dadi uwong iku ojo seng rumongso ngerti, tapi ngerti rumongso (jadi orang itu jangan merasa tau, tapi tau merasa). makanya disetiap rekaat solat, kita ucapkan ihdinas shirotol mustarim (tunjukkanlah kami jalan yang lurus). kita sedang mencari petunjuk karena kita sedang mengalami ketersesatan. Kepada yang maha pemberi petunjuk kita mencari petunjuk. Makanya kita disuruh sholat agar sedikit demi sedikit kita tau arah mana yang seharusnya kita lewati dalam perjalanan hidup ini. Dan itu tidak hanya sekali atau dua kali kita lakukan dalam sehari. Tapi berpuluh-puluh kali, beratus-ratus kali dan bahkan beribu-ribu kali. Kembali pada peribahasa tadi, jika engkau malu dalam tanda kutip engkau tidak mau mencari petunjuk, atau dengan kata lain engkau tidak mencari petunjuk dengan sholat, misalnya, maka ketersesatan akan melingkari setiap sudut perjalananmu di dunia ini. Waallahu a'lam...

16 Robi'ul awal 1434

No comments: