Tuesday 29 May 2012

DEMOKRATISASI PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Di banyak negara, begitu juga di Indonesia, sekolah adalah lembaga yang dibentuk oleh yang dibentuk oleh negara, demi kepentingan negara. Sebagaimana negara menjadi cenderung konservatif, demikian juga sekolah sebagai lembaga bentukannya cenderung tak suka berubah. Karena tuntutan zaman, banyak organisasi yang bergerak maju dan mau berubah. Sekolah termasuk lembaga yang paling malas berubah, atau malah cebderung tidak mau berubah. Karena itu, sekolah pada dasarnya sulit unutk mereformasikan diri.
Karena kelemahannya itu, sekolah terutama guru sering menjadi kambing hitam dari banyak hal yang tidak diinginkan masyarakat. Ketika anak-anak keranjingan televisi, sekolahlah yang bersalah karena tidak memberikan pendidikan media. Ketika sering terjadi tawuran, sekolahlah penyebabnya karena sekolah kurang menanamkam pendidikan nilai. Ketika masyarakat tidak mengenal jauh teknologi, sekolahlah yang disalahkan karena kurang perhatian terhadap perkembngan zaman.
Masih banyak lagi kesalahan yang sering ditimpakan kepada sekolah. Padahal bukan hanya sekolah yang bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi di dunia pendidikan saat ini. Semua anggota mempunyai seharusnya menyadari bahwa ini adalah tanggung jawab bersama. Pendidikan kita akan terjamin dan bermasa depan jika taggung jawab pendidikan tidak hanya dilakukan oleh sekolah. Namun, pendidikan harus dikembalikan kepada masyarakat. Untuk itu makalah ini akan membahas tentang bagaimana demokratisasi pendidikan dalam rangka untuk menghadapi arus globalisasi.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa hakikat demokrasi dan demokratisasi pendidikan?
2.      Bagaimana demokratisasi pendidikan di Indonesia?
3.      Bagaimana implikasi demokrasi pendidikan?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakikat Demokrasi dan Demokrasi Pendidikan
1.      Definisi Demokrasi Pendidikan
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni dari kata demoscratia. Demos yang berarti rakyat dan cratos  yang berarti kekuasaan atau undang-undang. Jadi demokrasi adalah kekuasaan atau undang-undang yang berakarkan pada rakyat.
Thurdur Baker mengatakan demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan menurut Peter Salim, “Demokrasi adalah pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi  semua Negara. Sedangkan menurut Zaki Badawi berpendapat, “demokrasi adalah menetapkan dasar-dasar kebebasan dan persamaan terhadap individu-individu yang tidak membedakan asal, jenis, agama dan bahasa.
Dan apabila dihubungkan dengan pendidikan maka definisi demokrasi pendidikan menurut beberapa ahli sebagaimana berikut:
a.         Dalam kamus New book of Knowledge volum 4 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan demokrasi pendidikan adalah demokrasi yang memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua orang, tanpa membedakan suku, kepercayaan, warna dan status social.
b.         Vebrianto
Demokrasi pendidikan adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang lama kepada setiap anak (pesert  didik) mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
c.         Sugarda Purbakatwaja
Demokrasi pendidikan adalah pengajaran pendidikan yang semua anggota masyarakat mendapatkan pengajaran dan pendidikan secara adil.

d.        M. Muchyidin Dimjati dan M. Roqib
Demokrasi pendidikan adalah pendidikan yang berprinsip dasar rasa cinta dan kasih sayang terhadap semua.
Berdasarkan definisi diatas dapat dipahami bahwa demokrasi pendidikan merupakan suatu pandangan yang mengutamakan hak, kewajiban dan perlakuan oleh tenaga kependidikan  terhadap peserta didik dalam proses pendidikan.
Dan menurut Fuad Ichsan definisi demokrasi pendidikan secara luas mengandung tiga  hal, yaitu:
a.         Rasa hormat terhadap harkat sesame manusia
b.         Setiap manusia memililiki perubahan ke  arah pikiran yang sehat
c.         Rela berbakti pada kepentingan/ kesejahteraan bersama
Dan untuk memiliki hal tersebut maka setiap warga Negara diperlukan:
a.       Suatu pengetahuan yang cukup tentang soal-soal kewarganegaraan, ketatanegaraan, kemasyarakatan, soal-soal pemerintahan yang penting.
b.      Suatu keinsafan dan kesanggupan suatu semangat menjalankan tugasnya, dengan mendahulukan kepentingan Negara atau masyarakat daripada kepentingan  sendiri atau sekelompok kecil manusia.
c.       Suatu keinsafan dan kesanggupan memberantaskecurangan-kecurangan dan perbuatan-perbuatan yang menghalangi kemajuan dan kemakmuran masyarakat.
2.      Prinsip-prinsip demokrasi dalam pendidikan
Sebelum kita melangkah kearah prinsip demokrasi dalam pendidikan alangkah baiknya kita mengenal prinsip demokrasi terlebih dahulu, yaitu:
a.       Kebebasan
b.      Penghormatan terhadap manusia
c.       Persamaan
d.      Pembagian kekuasaan
Dari prinsip-prinsip demokrasi diatas maka akan ditemukan dalam pelaksanaan pendidikan tidak akan terlepas dengan permasalahan-permasalahan yang terkait dengan:
a.    Hak asasi setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan.
b.    Kesempatan yang sama bagi warga Negara untuk memperoleh pendidikan.
c.    Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.
Dari prinsip-prinsip demokrasi diatas maka dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi sangat dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat dimana ia berada. Dan dari sini dapat ditarik beberapa hal yang sangat penting diantaranya:
a.    Keadilan dalam pemerataan kesempatan belajar bagi semua warga Negara dengan cara adanya pembuktian kesetiaan dan konsisten pada system politik yang ada.
b.    Dalam rangka pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik.
c.    Memiliki suatu ikatan yang erat dengan cita-cita nasional.
Dan melihat dari hal-hal diatas, bahwa bangsa Indonesia memiliki karakteristik yang bebeda dengan yang lainnya. Untuk itu, dalam pengemangan prinsip demokrasi pendidikan yang harus berorientasikan pada cita-cita dan nilai demokrasi bangsa dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai luhurnya, wajib melindungi dan menghormati hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur serta pemenuhan setiap hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran nasional dengan mengembangakan potensi yang dimiliki.
Pelaksanaan demokrasi pendidikan di indonesia ini sebenarnya telah diatur sejak diproklamasikan kemerdekaan hingga masa pembangunan saat ini. hal ini tercantum dalam:
1.    UUD 45 Pasal 31:
a.       Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.
b.      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional, yang diatur undang-undang.
2.    UU Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan Nasional:
BAB III
HAK WARGA NEGARA UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN
Pasal 5
Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga Negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar meperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan sekolah dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan social dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
3.    GBHN di sektor pendidikan sebagaimana berikut:
Ayat 1. Pendidikan nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian disiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta merta jasmani dan rohani. Pendidikan juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar da mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendirinya sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Ayat 8. Dalam rangka memperluas kesempatan untuk memperoleh pendidikan perlu ditetapkan diperhatikan kesempatan belajar dan kesempatan meningkatkan keterampilan bagi anak dari keluarga yang krang mampu, menyandang cacat ataupun bertempat tinggal yang terpencil. Anak didik berbakat istimewa perlu mendapat perhatian khusus agar mereka dapat mengembangkan kemampuan sesuai tingkatan pertumbuhan pribadinya.
Dari apa yang tercantum dalam undang-undang dan GBHN, demokrasi adalah suatu proses untuk memberikan suatu jaminan dan kepastian adanya persamaan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi seluruh warga Negara Indonesia.
Pendidikan memiliki ruang lingkup yang amat sangat luas. Hal tersebut dikarenakan pendidikan merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Hal tersebut disebabkan karena pendidikan merupakan dasar kesuksesan bagi individu dan masyarakat. Secara umum ada pandangan teoritis umum tujuan pendidikan, pertama pandangan yang berorientasi pada kemasyarakatan dan yang kedua lebih berorientasi pada individu yang lebih memfokuskan diri pada kebutuhan, daya tampung, dan minat pelajar.  Oleh karena itu mengapa pemerintah di negara-negara maju sangat memperhatikan pendidikan. Hal itu disebabkan oleh anggapan mereka tentang adanya kekuatan besar dalam pendidikan untuk meningkatkan kemampuan individu dan juga masyarakat dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih maju dan sejahtera.
Hubungan antara demokrasi dan pendidikan sangat erat dan bersifat saling member dan saling membutuhkan. John Dewey mengatakan:”Democracy has to be born anew each generation and education is it’s midwife”. Dan menurut Dewey pula, pendidikan tanpa demokrasi akan menjadi kering, menjemukan dan merana. Demokrasi adalah system bentuk kehidupan social yang ditandai dengan kontak interaksi yang terbuka diantara warga masyarakat. Kontak-kontak interaksi ini memungkinkan setiap individu mendapatkan pengalaman yang tidak terbatas. Pengalaman yang diperoleh masing- masing individu ada hakikatnya merupakan pendidikan, sehingga masing-masing individu akan mampu mengembangkan pengalaman yang diperoleh dan dapat memperhitungkan pengalaman baru yang akan diperoleh sebagai hasil mendapatkan pengalaman sebelumnya. Tanpa kontak interaksi tidak akan ada pengalaman, dan tanpa pengalaman tidak ada learning. Dan berikutnya, tanpa ada learning kontak-kontak interaksi social sangat terbatas dan pada gilirannya akan membatasi terwujudnya demokrasi.[1]
Demokratisasi pendidikan adalah implikasi dari dan sejalan dengan kebijakan mendorong pengelolaan sektor pendidikan pada daerah, yang implementasinya di timgkat sekolah. Gagasan demokratis ini didasari oleh pertimbangan yang simpel, yakni memperbesar partisipasi masyarakat dalam pendidikan, tidak sekedar dalam konteks retribusi uang sumbangan pendidikan. Kemudian, gagasan demokratisasi juga dikembangkan dengan sebuah paradigma baru tentang pelibatan siswa dalam proses pembelajaran, yang juga memberi kesempatan dalam menentukan aktivitas belajar yang akan mereka lakukan.
Pendidikan demokrasi merupakan proses sepanjang hayat. Bermula dari pendidikan keluarga,di dalam masyarakat, di sekolah dasar hingga sekolah menengah, diteguhkan di perguruan tinggi untuk dilanjutkan sebagai pola hidup dalam berkarya. Pedidikan demokatis hanya dapat berlangsung dengan lancar apabila kondisi lingkungan juga demokratis.[2] Artinya, orangtua, masyarakat, guru, karyawan, kepala sekolah juga memiliki pola hidup demokraris.

B.     Demokrasi Pendidikan di Indonesia
Gloabalisasi adalah suatu keniscayaan yang takkan terhindarkan. Dan bangsa Indonesia harus mengarungi arus globalisasi tersebut. Membabi buta dan membebek pada globalisasi akan menjadikan pecundang dalam proses globalisasi. Sebagaimana yang dikutip oleh Zamroni dari Gibson-Graham globalisasi meruapakan suatu konsep yang sudah masuk dalam pikaran masyarakat, dan merupakan suatu fenomena yang mengandung suatu perubahan yang bersifat majemuk dan drastis dalam keseluruhan aspek kehidupan masyarakat, khusunya aspek ekonomi, politik dan kultural.
Dari aspek ekonomi,perekonomian di Indonesia bergerak ke arah perdagangan bebas, hal ini memperbesar peran tangan-tangan asing untuk menentukan nasib negara-negara miskin. Aspek social politik Indonesia bergerak dari sentralisasi kearah desentralisasi, kehidupan politik dan masyarakat semakin demokratis, kebebasan berpendapat dan berserikat semakin berkembang, dan pers semakin kokoh. Aspek cultural ditunjukan dengan adanya perubahan perilaku masyarakat termasuk dalam berkonsumsi. Semakin deras aliran informasi antar bangsa dan semakin intensnya komunikasi yang terjadi baik dalam sekala nasional maupun internasional.[3]
Globalisasi berdampak luas menyusup dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Dampak tersebut mengakibatkan semakin terpuruknya Negara-negara berkembang dan semakin mengokohkan Negara-negara maju. Hal ini dikarenakan negara-negara maju memegang monopoli lima bidang yakni, teknologi, pasar uang dunia, kekuasaan untuk memanfaatkan sumberdaya alam, media komunikasi, senjata penghancur masal. Dan bagaimanakah dampak globalisasi ini pada pendidikan?
Memasuki abad ke-21 isu tentang perbaikan sektor pendidikan di Indonesia mulai mencuat ke permukaan. Bahkan upaya advokasi untuk jalur pendidikan yang dikelola oleh beberapa departemen teknis, dengan tuntunan social equity sangat kuat, karena semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan merupakan unsur-unsur yang memberikan kontribusi terhadap rata-rata hasil pendidikan secara nasional. Dengan demikian, kelemahan proses dan hasil pendidikan dari jalur pendidikan akan mempengaruhi proses indeks keberasilan pendidikan secara keseluruhan.[4]
Bersamaan dengan hal itu, prestasi pendidikan di Indonesia tertinggal jauh di bawah negara-negara lainnya, baik dalam aspek angka partisipasi pendidikan, maupun rata-ratanya lamanya setiap anak bersekolah. Bahkan dilihat dari indeks SDM, yang salah satu indikatornya adalah sector pendidikan, posisi Indonesia kian turun dari tahun ke tahun. Padahal Indonesia kini sudah menjadi bagian dari masyarakat dunia. Lemahnya SDM hasil pendidikan berdampak pada lambannya Indonesia bangkit dari keterpurukannya dalam sektor ekonomi yang merosot secara signifikan pada tahun 1998. Hal ini diakibatkan oleh kekeliruan dalam pembangunan yang berjalan cukup lama pada masa orde baru yang menekankan pada pembangunan fisik dan kurang memperhatikan pembinaan sumber daya manusia. Dan hal tersebut berdampak besar terhadap perkembangan pendidikan.
Globalisasi  merambah dunia pendidikan melalui beberapa bentuk. Pertama, efisiensi dan dan produktifitas tenaga kerja senantiasa dikaitkan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Kedua, terjadi pergeseran kurikulum yang bersifat child centered atau subject  centered  berubah kearah kurikulum yang bersifat economy-centered vocational training. Ketiga, pendidikan bergeser dari pelayanan umum menjadi komoditas ekonomi. Akibatnya peran, kemampuan dan tanggung jawab pemerintah semakin terbatas.
Hal tersebut membentuk pola pikir materialistic terhadap masyarakat, yang menimbulkan konsekwensi pendidikan bahwa segala aspek pendidikan akan diarahkan dan difokuskan untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi sehingga hal-hal yang bersifat noneconomic akan dikesampingkan. Dan hal ini akan membentuk focus  lembaga pendidikan pada client dan customer yang memiliki arti “donator”. Sehingga lembaga pendidikan akan senantiasa didikte oleh kekuatan penyandang dana dan tidak lagi mempersoalkan masalah etika dan pengkajian yang kritis.[5] Selain itu lembaga-lembaga pendidikan akan dipegang oleh orang-orang yang mempunyai modal, dan orang-orang yang kurang mampu akan mendapatkan pendidikan yang ala kadarnya. Dan terciptalah suatu pandangan bahwa pendidikan milik orang yang berduit. Dapat dilihat dari Indikasinya, yakni bisnis pendidikan mulai dirasakan. Maraknya pembukaan program ekstensi atau non-reguler di PTN (Perguruan Tinggi Negeri) ada kecenderungan untuk memperoleh dana ketimbang untuk demokratisasi pendidikan. Sehingga pendidikan semakin elitis. Membesarnya pemungutan biaya yang relatif tinggi tampaknya belum diikuti dengan peningkatan mutu pendidikan. Karena nuansa bisnisnya semakin menguat, maka orang juga mulai mempertanyakan eksistensi lembaga pendidikan sebagai lembaga pelayanan publik. Fenomena lain berbagai gedung pendidikan beralih fungsi menjadi pusat bisnis.
Masalah mahalnya pendidikan antara lain disebabkan kurang adanya komitmen dari pemerintah maupun partai politik untuk memprioritaskan bidang pendidikan. Ini terlihat dari anggaran pendidikan yang sangat minim. Negara sebagai penanggung jawab utama pendidikan nasional seharusnya menyediakan fasilitas pendidikan yang realistik dan memadai. Secara normatif dalam sejarah pernah ada kebijakan negara yang mengamanatkan anggaran pendidikan 25% dari APBN (Tap MPRS No. XXVII /MPRS/1966). Begitu pula di era reformasi UUD 1945 mengamanatkan anggaran pendidikan 20 % dari APBN. Dalam kenyataan empirik dana pendidikan dewasa ini diperkirakan hanya sekitar 4 % dari APBN.
Pendidikan Indonesia telah didominasi politik yang merupakan akibat adanya transisi politik dari system otoriter ke system demokrasi. Pendidikan yang semula dikelola secara sentralisasi berubah kea rah system desentralisasi. Dan kewenangan pengambilan keputusan didistribusikan ke pemerintah propinsi, pemerintah kota bahkan didistribusikan lansung ke sekolah. Hal ini diharapkan akan lebih sesuai dengan kebutuhan sekolah dan dapat meningkatkan proses demokratisasi dengan mendorong partisipasi masyarakat. Akan tetapi terdapat berbagai hambatan yang terutama disebabkan oleh kalangan birokrat sendiri yang disebabkan mereka ini tidak memahami dengan benar hakekat desentralisasi pendidikan. Bisa disebut kontra produktif dengan upaya demokratisasi.
Disamping itu, dunia pendidikan Indonesia masih terjerat pada hal-hal teknis, warisan dari orde baru, seperti penekanan yang berlebihan terhadap standar yang dicapai peserta didik, kualitas kelulusan harus dapat diukur dan diperbandingkan baik didalam sekolah, propinsi, maupun luar propinsi, dan menegakkan disiplin atasperaturan-peraturan yang bersifat birokratis dari pada edukatif.
Selain itu, selama ini pendidikan menanamkan pandangan bahwa belajar adalah untuk menghadapi ujian. Ujian merupakan derajat tertinggi yang harus dikuasai dan dilalui. Makna belajar sudah menjadi semakin sempit dan dangkal. Pendidikan melupakan betapa pentingnya memperhatikan dan memberikan penghargaan kepada peserta didik dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki masing-masing individu secara optimal.
Dalam pergerakan arus globalisasi, pendidikan di Indonesia menghadapi dua masalah besar sekaligus, yakni persoalan internal dan eksternal. Secara internal  pendidikan di Indonesia masih dihadapkan dengan synergy beragai regulasi yang dihasilkan, lemahnya synergy berbagai kebijakan system yang telah dihasilkan oleh pemerintah. Sedangkan secara eksternal, berbagai tantangan dan peluang justru menunggu peningkatan kualitas hasil pendidikan agar mereka kopentitif. Dan untuk itu pendidikan di Indonesia ditutut untuk menghasilkan lulusan yang kopetitif yang memiliki skill, keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Skill dan keterampilan adalah hak semua anak bangsa, semua siswa berhak memperoleh keterampilan, dan skill untuk memasuki pasar tenaga kerja sebagaimana mereka juga berhak untuk memasuki jenjang pendidikan yang stinggi-tingginya. Untuk itu, lembaga pendidikan harus mempersiapkan para siswa dengan berbagai pengalaman, wawasan, keterampilan serta basis keilmuan yang memadai. Sekolah bukanlah sebuah formalitas untuk memiliki ijazah, melainkan proses penguatan kompetensi.

C.    Implementasi demokrasi pendidikan
1.      Demokratisasi Pendidikan
Nilai-nilai dan cita-cita demokrasi, dalam era modern, merebak hampir bersamaan dengan revolusi industry. Karena sudah bukan hal yang tabu, revolusi industry melahirkan berbagai perubahan dalam kehidupan, baik lingkup keluarga dan dalam hubungan kerja yang menyebabkan kehidupan yang bersifat individualistic, sehingga masyarakat memerlukan tatanan social yang baru yang harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dan cita-cita demokrasi.[6]
Untuk membentuk lembaga pendidikan yang sesuai dengan proses globalisasi harus melakukan berbagai upaya dengan mengadaptasi argument William J. Mathis, yaitu:
a.       Perubahan pola pikir masyarakat akibat demokratisasi yang terus berpenetrasi pada seluruh aspek kehidupan, sehingga sekolah harus mampu memberikan layanan kepada masyarakat konstituennya secara fair, karena mereka adalah stake holder-nya, dan sekaligus client dari sekolah tersebut. Masyarakat adalah konstributor terhadap sekolah, dan mereka memiliki hak untuk dilayani.
b.      Perubahan dunia semakin cepat, dan para siswa harus dipersiapkan untuk menghadapi berbagai perubahan tersebut. Tantangan terdepan adalah keragaman permintaan pasar, dan sekolah harus mampu mempersiapkan orang-orang yang mengisi kebutuhan tersebut. Dan sumber daya manusia yang diterima oleh sekolah juga mengandung keberagaman, sehingga tidaklah fair apabila semua siswa harus memiliki hanya satu keterampila yang sama.
c.       Kemajuan tekhnologi dalam semua sector industry dan pelayanan akan menggeser posisi manusia. Dengan demikian pendidikan harus mempersiapkan SDM agar tidak tergeser oleh alat-alat modern tersebut.
d.      Peranan wanita semakin menguat dan posisi wanita tidak lagi marginal. Mereka memiliki hak dan peluang yang sama dalam hal pekerjaan dan karir. Tidak ada deskriminasi atas dasar gender.
e.       Pemahaman doktrin keagamaan kian terbuka dan inklusif. Agama tidak menjadi halangan untuk kemajuan, tetapi justru mendorong perubahan-perubahan untuk perbaikan.
f.       Pekembangan ekonomi yang semakin mengglobal dan peran media masa yang semakin menguat.

Dari gambaran diatas dapat kita suatu upaya dalam demokratisasi pendidikan. Peran pendidikan dalam mewujudkan demokratisasi adalah mengembangkan kepribadian dan watak individu bagi terwujudnya warga Negara yang baik. The Association for Education in Citizenship (1947) menegaskan bahwa setiap peserta didik hendaknya:
a.         Diberikan kesempatan penuh mengembangkan dirinya sendiri sebagai seorang individu yang memiliki kepribadian sehingga mampu menikmati hidupnya dengan mengembangkan kemampuannya sendiri dan dapat hidup sesuai dengan realita yang dihadapi.
b.        Memiliki kemampuan memainkan peran peran social dan politik secara aktiv sebagai warga masyarakat.
c.         Disiapkan dengan kemapuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan minat dan interesnya.
d.        Dikembangkan kemampuannya untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat dan budayanya dengan senantiasa meningkatkan kemampuan dan kreativitasnya.
Dalam kaitannya dengan pendidikan demokrasi, Snauwaret (2001) berpendapat bahwa pendidikan deokrasi senantiasa harus berdasarkan diri terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan, dan menitik beratkan pada tujuan untuk mengembangkan pada diri peserta didik emphaty, respek pada yang lain, dan memiliki pandangan sebagai warga Negara, bangsa dan global.
Demokrasi suatu system social politik yang menekankan bahwa kebebasan individu harus disertai tanggung jawab. Oleh karena itu, demokrasi senantiasa menekankan keberadaan pendidikan yang memadai untuk mengembangkan sikap dan perilakudisiplin warga bangsa. Tanpanya, kebebasan yang dimiliki warga harus dibayar dengan mahal dan akan menciptakan anarki.[7]
Demokrasi yang didasarkan pada keyakinan akan martabat dan kehormatan setiap individu hanya akan berhasil apabila didampingi dengan pendidikan yang bertujuan mengembangkan manusia seutuhnya. Oleh karena itu, pendidikan demokrasi harus menekankan pada pengembangan intelektual skill yang ditekankan pada critikcal thinking peserta didik, personal skill dikembangkan pada percaya diri dan political self efficacy, dan social skill ditekankan empati dan respek pada orang lain, kemampuan untuk berkomunikasi dan memiliki toleransi. Dan hal ini akan terjadi apabila sekolah dapat menstransfer pengajaran yang bersifat akademis sempit kedalam realitas kehidupan yang amat luas di masyarakat.
Dan secara singkatnya, pendidikan demokrasi memiliki empat tujuan:
1.        Mengembangkan kepribadian peserta didik sehingga memiliki sikap empati, respek, toleransi dan kepercayaan pada orang lain.
2.        Mengembangkan kesadaran selaku warga suatu bangsa dan warga dunia.
3.        Meningkatkan kemampuan mengambil keputsan secara rasional efisiensi individu.
4.        Meningkatkan kemampuan berkomunikasi diantara sesama warga.
Pendidikan untuk demokrasi memerlukan dua hal: kultur sekolah dan kurikulum, khususnya ilmu pengetahuan social yang memadai untuk mengembangkan demokrasi. Kultur sekolah dan dinamika hubungan serta interaksi yang terjadi disekolah merupakan factor yang amat penting bagi setiap peserta didik untuk menghayati the way of life dan nilai-nilai yang mempengaruhi hubungan antar pribadi diantara mereka. Dan pendidikan demokrasi akan berjalan apabila sekolah itu sendiri bersifat demokratis, memiliki kultur demokrasi yang mengilhami nilai-nilai, cita-cita, prinsip-prinsip yang akan mendorong setiap warga sekolah dalam praktek sehari-hari akan mencerminkan suatu kehidupan social yang demokratis. Selain itu kurikulum  sebagai jantung pendidikan harus memberikan kesempatan peserta didiki untuk memperoleh pengalaman untuk mengembangkan watak, keyakinan, cita-cita, dan sikap serta perilaku yang cocok dengan nilai-nilai demokrasi.[8]
2.      Pengembangan demokratisasi kurikulum
Kurikulum yang bisa mengantarkan siswa sesuai dengan harapan idealnya bukan hanya kurikulum yang dipelajari saja tatapi merupakan kurikulum yang secara teoritis bisa mempengaruhi siswa, baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana kelas, pola interaksi guru dan siswa dalam kelas, bahkan pada kebijakan dan menanjemen sekolah secara lebih luas. Kurikulum merupakan jantung pendidikan. Sehingga kurikulum selalu mengalami pengembangan agar kemampuan siswa dapat sesuai dengan tuntutab dan tantangan perkembangan zaman.
Kurikulum pada dasarnya berintikan empat aspek utama yaitu : tujuan-tujuan pendidikan, isi pendidikan, penglaman belajar, dan penilaian. Interelasi antara keempat aspek tersebut serta antar aspek-aspek tersebut dengan kebijakan pendidikan perlu selalu mendapat perhatian dalam pengembngan kurikulum[9].
Pengembangan kurikulum merupakan proses yang komplek terdiri dari berbagai kegiatan mengakses kebutuhan, mengidentifikassi harapan hasil belajar, mempersiapkan proses pembelajaran untuk mencapai outcome hasil belajar dan menyesuaikan program pembelajaran dengan budaya, sosial dan berbagai kebutuhan orang-orang yang untuk merekalah kurikulum tersebut disiapkan[10]. Dalam pengembangan kurikulum terdapat berbagai aspek yang harus dianalisis antara lain
a.       Kebijakan, yakni kebijakan pokok tentang kurikulum itu sendiri yang meliputi tujuan, struktur kurikulum dan prosedur penyusunan kurikulum.
b.      Standar kelulusan yang diharapkan serta pencapainnya. Keduanya harus dianalisis untuk mencari kesenjangan antara keduanya.
c.       Mengakses berbagai opsi rumusan tujuan dengan orang-orang terkait untuk menetapkan prioritas yang akan dijadikan rumusan akhir dalam kurikulum.
Pengembangan kurikulum harus didasarkan pada hasil analisis terhadap berbagai permintaan klien. Klien utama sekolah adalah siswa, merekalah yang  harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, dengan menganalisis tingkat usia, kemampuan intelegensi, latar belakang yang terkait dengan pengembangan kurikulum pada mata pelajaran tertentu, arah kompetensi yang akan diberikan, cita-cita ke depan serta berbagai permasalahan yang dihadapi siswa.
Selain siswa, masyarakat juga berpengaruh dalam pengembangan kurikulum. Yakni masyarakat yang lekat dengan sekolah yaitu orang yang menginspirasi sekolah dalam menyusun kurikulumnya untuk konservasi maupun perubahan ke arah kemajuan[11]. Kendatipun demikian, aspek konsep keilmuan tidak bisa dikorbankan. Pengembangan kurikulum harus tetap memperharikan struktur kelimuan, karena siswa harus diberi pelajaran yang benar dalam setiap bidang ilmu, sehingga mereka memiliki peluang untuk mengembangkan ilmu tersebut.
Pengembangan kurikulum merupakan tugas rutin dari sekolah, karena harus dilakukan secara reguler, berkala dan konsisten. Oleh sebab itu, sekolah harus mempunyai tim yang bertanggung jawab dalam pengembangan kurikulum. Mereka harus banyak menyerap banyak informasi dari siswa, orangtua serta berbagai kalangan terkait dengan kurikulum sehingga mampu merekontruksi kurikulum sekolah yang mempunyai validitas dengan dukungan masyarakat yang sangat kuat. Hasil kajian tim inilah yang akan diimplementasikan oleh guru dalam kelas.
3.      Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu isu yang kuat didorong ke permukaan dalam konteks implementasi. Keberhasilan manajemen berbasis sekolah di bebrapa negara maju kini mulai nampak pada negara-negara berkembang,bahkan Indonesia yang kini sedang melakukan reformasi pendidikan, mengangkat konsep manajemen berbasis sekolah sebagai salah satu paket dari paket reformasi pendidikan.
Menurut Joseph Murphy manajemen berbasis sekolah merupakan sebuah proses formal yang melibatkan kepala sekolah, guru, siswa, orangtua, dan masyarakat yang berada dekat dengan sekolah[12]. Dalam proses pengambilan berbagai keputusan.manajemen berbasis sekolah ini diadopsi dan diangkat ke permukaan sebagai sebuah subsitusi terhadap pola pengambilan berbagai kebijakan pengembangan sekolah, dari mulai kurikulum, strategi, evaluasi dan berbagai sarana pembelajaran lainnya, yang semula lebih banyak ditentukan oleh pemerintah pusat atau daerah. Dalam manajemen berbasis sekolah, semua itu lebih banyak digagas oleh sekolah.
Kewenangan sekolah unutk secara otonom memutuskan sendiri bersama mitra horisontalnya ada lima perkara, yaitu :
a.         Perumusan berbagai tujuan merupakan otoritas yang seharusnya diotonomisasikan pada sekolah, karena sekolah sangat mengetahui apa yang harus diperbaiki, ditingkatkan atau diadakan serta dikembangkan.Dalam pola manajemen berbasis sekolah, penyusunan program-program strategis yang harus berbasis pada kenyataan sekolah dan harapan-harapan klien, analisis kebutuhan dan permintaan klien harus dilakukan dengan menganalis kebutuhan dan permintaan stage holder sekolahnya sendiri
b.        Pembiayaan merupakan jantungnya manajemen berbasis sekolah. Kontrol terhadap kurikulum dan personalia sangat tergantung pada keuangan.
c.         Personalia yakni kewenangan sekolah untuk menentukan rencana pengadaan, serta pembinaan tenaga yang ada, karena sekolahlah yang paling tahu kebutuhan tenaga pengajarnya.
d.        Kurikulum. Biasanya pembiayaan disusun untuk mendukung pelaksanaan kurikulum yang disusun oleh pemerintah pusat. Dalam manajemen berbasis sekolah otonomi dilakukan secara totalitas termasuk kurikulum. Namun, tampaknya Indonesia belum mampu sepenuhnya melepas penyusunan kurikulum pada sekolah. Depdiknas telah menyiapkan outline tentang kompetensi yang harus dijangkau beserta indikator kompetensinya, dengan tetap memberi ruang pada sekolah unutk mengembngkan keunggulannya.
e.         Struktur organisasi yang mendukung terhadap proses pendelegasian kewenangan tersebut,agar ada divisi yang dapat melakukan pengelolaan sarana dan prasarana, pengembngan teknologi dalam pelayanan adsminitrasi maupun sumber belajar. Sehingga sekolah mampu berkembang serta maju seiring kemajuan teknologi.
Dalam manajemen berbasis sekolah, masyarakat mempunyai peran penting dalam pengembangan sekolah. Terdapat dua kategori masyarakat sekolah, yaitu pertama, unsur-unsur sekolah, yang jika salah satu unsur tersebut tidak ada maka proses persekolahan menjadi terganggu. Inilah yang bias disebut stage holder.oleh sebab itu, dalam konotasi ini kepala sekolah, guru, orangtua siswa, siswa dan pemerintah termasuk di dalamnya.
Yang kedua adalah unsur-unsur yang diharapkan daat memberi masukan dalam pengembangan program sekolah, pengembangan kurikulum dan pengembangan dan pembinaan personil sekolah. Kelompok inilah yang disebut dengan komite sekolah. Keanggotaan komite sekolah bervariasi. Ada yang hanya memperluas stage holder dengan unsur pakar dan tokoh masyarakat setempat dan ada lagi yang lebih pro-posional sehingga tidak semua unsur stage holder memiliki perwakilan dalam komite sekolah.
Tugas komite sekolah antara lain sebagai berikut :
a.       Mengembangkan akses sekolah pada bidang dana.
b.      Mengembangkan budgetting sekolah dalam konteks pengembangan kemampuan pembiayaan untuk mendanai program sekolah.
c.       Memutuskan struktur anggaran sekolah.
d.      Berpatisipasi dalam pemilihan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah
e.       Ikut serta dalam curah pendapat tentang kurikulum dalam konteks peningkatan kualitas hasil pembelajaran dan memberikan masukan-masukan pada sekolah tentang kualifikasi kompetensi siwa yang akan dihasilkan sekolah.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Demokrasi pendidikan merupakan suatu pandangan yang mengutamakan hak, kewajiban dan perlakuan oleh tenaga kependidikan  terhadap peserta didik dalam proses pendidikan. Dan demokrasi dalam pendidikan mengfandung unsur:
1.      Hak asasi setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan.
2.      Kesempatan yang sama bagi warga Negara untuk memperoleh pendidikan.
3.      Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.
Demokratisasi pendidikan di Indonesia diatur dalam UUD 45 Pasal 31, UU Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan Nasional dan GBHN di sector pendidikan.
Masuknya era globalisasi banyak mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Pendidikan merupakan hak segala bangsa, dan dengan derasnya arus globalisasi, pendidikan dituntut untuk mampu menghasilkan orang-orang yang memiliki skill, keterampilan dan keahlian yang mampu bersaing dalam kehidupan global.
Demokratisasi pendidikan dapat terlihat pada pengembangan kurikulum sekolah dimana dalam pengembangan kurikulum tersebut masyarakat dilibatkan secara langsung dalam pengembangan dan pengambilan keputusan. Namun upaya tersebut tidak akan efektif membawa perubahan tanpa didukung dengan pola pengelolaan yang sesuai. Oleh sebab itulah, model manajemen yang harus dikembangkan adalah manajemen yang demokratis,yang memperbesar keterlibatan teamwork dalm perencanaan dan pengambilan keputusan.
 
 
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Syamsul. 2001. Paradigma Pendidikan Berbasis Plralisme dan Demokrasi. Malang: UMM Press
Ihsan, Fuad. 2008. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Ramayulis. 2008. Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Rosyada, Dede. 2007. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Shindunata.2000. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Yogyakarta: kanisius
Sukmadinata, Nana Syaodih.2010.Pengembangan Kurikulum.Bandung: Remaja Rosda Karya
Zamroni. 2007. Pendidikan dan Demokrasi Dalam Transisi. Jakarta: PSAP



[1] Prof. Zamroni Ph. D,  Pendidikan dan demokrasi dalam transisi, (Jakarta: PSAP , 2007),  hal.46
[2] Sindhunata,Menggagas paradigma Baru pendidikan,(Yogyakarta, kanisius) hal 51
[3] ibid,  hal.3
[4] Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana Media Group, 2007), hal 1
[5] Prof. Zamroni Ph. D, Op.cit, hal 7
[6] Ibid, hal 46-47
[7] Ibid, hal 62
[8] Ibid, hal 66
[9] Nana syaodih Sukmadinata,Pengembangan Kurikulum,(Bandung,Remaja Rosda Karya) hal 152
[10] Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Op.cit, ,hal.82
[11] Ibid, 87
[12] Ibid., hal250

No comments: