PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap
kegiatan pendidikan sudah pasti memerlukan unsur pendidik sebagai pendidik
daripada kegiatan tersebut. Seorang pendidik memiliki peran yang sangat besar
terhadap keberhasilan pembelajaran peserta didiknya. Pendidik mempunyai
kontribusi besar dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan
tujuan hidupnya secara optimal. Jika dilihat
dari kedudukan peserta didik, mereka
adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan
pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.[1]
Keyakinan
itu muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya
senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat
meninggal. Maka dari itu kedududukan dan
peran seorang pendidik adalah sebagai sosok yang bertugas menyalurkan
pegetahuan (transfer of knowledge) serta nilai-nilai (transfer of value) dalam
rangka mengembangkan fitah dan kemampuan dasar yang dimiiki peserta didik
supaya berkembang secara optimal.
Dalam
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menegaskan bahwa
guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk
memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi. .
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung
jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan
jasmani dan rohaninyah agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya
sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan
sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.[2]
Dari pengertian di atas memberikan penjelasan bahwa seorang pendidik merupakan
fasilitator atau agen pembelajaran yang berkompetensi menjalankan tugas untuk
menyalurkan pengetahuan (transfer of
knowledge) serta nilai-nilai (transfer
of value) kepada peserta didiknya. Karena dengan pengetahuan dan nilai akan
membentuk pola pikir yang positif, mandiri serta peka terhadap lingkungan
sekitar.
Dalam bahasa Inggris di jumpai beberapa kata
yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher yang diartikan guru atau
pengajar dan tautor yang berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar dirumah.
Selanjutnya dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz,
mudarris, mu’allim dan mu’addib. Kata
ustadz
jamaknya asatidz yang berarti teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih,
penulis, dan penyair. Adapun kata mudarris
berarti teacher (guru), instructor (pelatih) dan lecturer (dosen), selainnya mu’llim yang juga berarti (guru), instructor (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya kata mu’addib berarti educator pendidik atau teacher
in Koranic School ( guru dalam lembaga pendidikan al-Quran).[3]
Orang tua juga disebut pendidik kodrat karena
mempunyai tanggung jawab atas perkembangan anak atau pendidikan anak. Namun
karena dari pihak orang tua tidak mempunyai kemampuan, waktu dan sebagainya,
maka mereka menyerahkan kepada orang lain yang berkompeten melaksanakan tugas
mendidik.
Di
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dijelaskan
bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor , pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator
dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.[4]
Pada umumnya pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah
disebut guru dan yang mengajar pada satuan perguruan tinggi disebut Dosen.
B. Kompetensi Pendidik di Indonesia
Kata
kompetensi berasal dari bahasa inggris
yaitu “competence” yang berarti kemampuan, kecakapan, kompetensi, dan wewenang.
Secara istilah, kompetensi menurut W Robert Houstan, kompetensi bisa dilakukan
sebagai suatu tugas memadai atau pemikiran pengetahuan, kemampuan, dan
ketrampilan yang dituntut oleh jabatan seseorang.[5]
Sedangkan Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan
Dosen pasal (3) pasal (2) kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan periaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.[6]
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita
pahami bahwa kompetensi merupakan satu
kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan
bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan dan diujudkan dalam bentuk tindakan
atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu.
Dapat kita pahami pula bahwa kompetensi
pendidik merupakan pengetahuan ,ketrampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak
yang dimiliki oleh pendidik dalam memberikan pendidikan, pengajaran,
bimbingan, dan pelatihan kepada peserta didiknya
Kompetensi
merupakan tuntutan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dalam menjalankan
tugasnya. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah
merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan
Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
yaitu :
a) Kompetensi pedagogik, yaitu kemapuan pendidik
dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: pemahaman landasan pendidikan,
pemahaman tentang peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis,
melaksanakan evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik untuk
mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya.
b) Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan
mencakup kepribadian yang berakhlak mulia, arif dan bijaksana, mantap,
berwibawa, stabil, dewasa, jujur, menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat,
mengevaluasi diri sendiri, dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.
c) Kompetensi sosial, yaitu kemampuan pendidik
sebagai bagian dari masyarakat. Meliputi berkomunikasi lisan dan tulisan,
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul
secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, dan orang tua/wali siswa, bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar, serta menerapkan prinsip persaudaraan
sejati dan persaudaraan.
d) Kompetensi professional, yaitu kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi konsep,
struktur dan keilmuan/teknologi/seni yang menyatu dengan materi ajar, materi
ajar sesuai kurikulum, hubungan konsep antara mata pelajaran terkait, penerapan
konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dan kompetensi secara professional.[7]
Dari
uraian diatas menurut pemakalah standar kompetensi pendidik yang pertama harus dikuasai oleh seorang pendidik adalah mampu menguasai materi dan bahan ajar
(professional). Karena hal ini menjadi refleksi
utama yang ditangkap oleh peserta didik. Seorang pendidik yang kurang
menguasai materi pembelajaran akan mendapat citra negative dari peserta
didiknya lebih-lebih ketika pendidik dianggap sebagai sumber ilmu. Hal ini
belum cukup, pendidik yang pandai dituntut menggunakan strategi dan metode
mengajar yang tepat (pedagogik). Sebagai pendidik juga harus memiliki sikap dan
kepribadian yang positif (kepribadian) dan mampu berinteraksi secara baik dengan peserta didik, sesama pendidik, maupun orang
tua/wali siswa (social). Karena dapat menciptakan hubungan yang harmonis
sehingga mengetahui bagaimana keadaan psikis yang sedang dihadapi anak
didik. Karena itu menyangkut
motvasi anak terhadap pengajaran yang pendidik berikan.
Secara
komprehensip pendidik/guru harus memiliki keempat kemampuan tersebut secara
utuh, meski ada kemampuan yang lebih dominan daripada kemampuan yang lainnya.
Seorang pendidik adalah manusia yang sekaligus memiliki kemampuan dan
kekurangan. Itulah sebabnya, keempat kemampuan yang harus dimiliki guru berada
dalam gradasi yang beraneka ragam.[8]
Dalam upaya
peningkatan kompetensi pendidik perlu adanya pembinaan pendidik. Drs. Suprapto,
M. Ed. Menjelaskan tentang lima kebijakan pembinaan pendidikan guru. Pertama,
pengadaan guru disesuaikan dengan kebutuhan nyata. Perhitungan kebutuhan
guru sekolah dasar ditentukan berdasarkan perhitungan pada unit kabupaten/kota.
Sedangkan pengadaan guru sekolah menengah pada unit provinsi. Kedua, pengadaan
guru cukup diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota, sedangkan pengadaan guru
sekolah menengah diselenggarakan di tingkat provinsi. Kebijakan ini diambil
mengingat keberadaan lembaga pendidikan guru. Ketiga, agar mutu guru
dapat terjamin, maka upaya pembinaan guru dilakukan secara terpadu antara preservice
education, insirve training, dan on the job training. Keempat, kerja
sinergis antar SPG, IKIP sebagai lembaga preservice educationdengan
lembaga insirve training seperti
Balai Penataran Guru (BPG) yang ada di setiap provinsi. Kelima, untuk
melayai anak berkelainan dikembangkan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa
(SGPLB).[9]
Selain itu untuk meningkatka kompetensi pendidik, seoarang pendidik
dapat meningkatkan kemampuannya dengan
meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pendidik perlu
mengembangkan wawasan pengetahuannya. Selain itu pendidik dapat mengikuti
seminar, memanfaatkan jurnal-jurnal perguruan tinggi, dan ikut bergabung dalam
kerja sama antar profesi seperti musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).
C.
Kompetesi Pendidik di Era Globalisasi
Selama ini, globalisasi oleh sebagian masyarakat
sering diartikan sebagai gagasan tentang penyeragaman dan standarisasi dunia
melalui teknologi, perdagangan dan sinkronisasi budaya dengan budaya yang
berasal dari Barat. Selain itu, globalisasi juga sering dihubungkan dengan
sifat-sifat modern, dan sifat-sifat modern selama ini selalu dihubungkan dengan
budaya Barat. Oleh karena itu, budaya yang berasal dari Barat selalu dianggap
sebagai ciri dari masyarakat modern dan global. Namun dari itu semua, suatu kebudayaan yang
dianggap baik di Negara lain belum tentu cocok atau sesuai jika diterapkan di
Negara Indonesia ini. Hal ini dikarenakan setiap Negara mempunyai ideologi yang
menjadi landasan hidup bagi bangsanya.
Dengan adanya
kontak kebudayaan yang datang dari Negara yang beragam tersebut tidak
menafikan masuknya budaya asing dan mempengaruhi bangsa ini. Jika kita amati
masyarakat Indonesia pada era globalisasi ini lebih bangga menggunakan budaya
lain daripada budayanya sendiri. Mereka merasa lebih bergengsi apabila hidup
bergaya ala barat. Dari hal ini, seorang pendidik diharapkan mampu
menginternalisasikan ideology pancasila dan identitas bangsa kepada peserta
didiknya.
Paradigma
baru pembelajaran pada era globalisasi memberikan tantangan yang besar bagi
guru untuk lebih meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya terutama
dibidandang ilmu teknologi dan informasi. Dalam era globalisasi, dunia dipandang tidak lagi terbatas. Sumber
informasi tidak lagi di dominasi oleh para pemuka masyarakat, para pendidik
atau guru yang ada di daerah itu, melainkan sumber informasi yang tidak
terbatas tampa dibatasi ruang dan waktu. Informasi yang ada di negara manapun
dapat diakses kapan saja dan di mana saja melalui media massa maupun
elektronik.
Berdasarkan gambaran tersebut,
tampak jelas bahwa seorang guru tidak lagi harus lagi berceramah lagi dalam
memberikan pelajaran karena bahan dan materi ajar sudah dipersiapkan dalam
bentuk soft file yang dapat dibuka melalui komputer. Dalam hal ini pendidik
kedudukannya lebih menjadi fasilitator dan inovator. Untuk itu, para guru harus
menguasai metode pembelajaran menggunakan perangkat komputer. Maka dari itu
penguasaan kemampuan dalam bidang teknologi informasi menjadi keniscayaan bagi
guru.[10] Namun apakah peranan seorang pendidik
terdegradasi oleh sumber informasi di era globalisasi? tentu saja tidak. Seorang pendidik atau guru
tetap dibutuhkan dan tidak ada yang dapat menggantikan. Karena seorang pendidik
tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan, ia juga di tuntut untuk membimbing
anak didiknya dari segi moral dam nilai. Posisi Teknologi informasi disisni
merupakan instrumen yang dapat memberikan dinamisasi dan inovasi bagi pendidik
dan peserta didik dalam menyampaikan dan menerima suatu pengetahuan.
Dalam era globalisasi yang didukung
dengan fasilitas penunjang teknologi informasi memberikan manfaat besar bagi
proses pendidikan. Namun disisi lain, teknologi
informasi juga dapat berdampak buruk. Jika kita relita tak sedidkit dari siswa
pada jam pembelajaran sekolah berada di Warnet atau tempat game online. Memang
tak sepatutnya mengkambing hitamkan sumber teknologi dan informasi sebagai
dalang penyebabnya. Namun itu semua merupakan dampak negatif akan adannya
fasilitas teknologi dan informasi. Maka dari itu seorang pendidik dituntut
untuk memberi pengajaran serta bimbingan kepada peserta didiknya didalam
menggunakan fasilitas tersebut untuk kegiatan yang bermanfaat dan berorientasi
menambah wawasan keilmuan siswa. Sehingga dapat mencetak produk yang bermutu
dengan taraf internasional.
PENUTUP
Pendidik adalah agen pembelajaran yang berkompetensi menjalankan tugas
untuk menyalurkan pengetahuan (transfer
of knowledge) serta nilai-nilai (transfer
of value) dalam
rangka mengembangkan fitah dan kemampuan dasar yang dimiiki peserta didik
supaya berkembang secara optimal. Peran pendidik adalah sebagai pengajar,
pembimbing, dan pelatih. Dalam hal ini pendidik dituntut untuk menguasai
kemampuan yang disebut dengan kompetensi.
Kompetensi pendidik merupakan pengetahuan ,ketrampilan, dan
nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang dimiliki oleh pendidik dalam memberikan
pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pelatihan kepada peserta didiknya.
Secara umum dalam melaksanakan tugasnya, pendidik dituntut untuk
mempunyai kemampuan dalam menggunakan strategi dan metode pembelajaran
(kompetensi pedagogik), menguasai materi
dan bahan ajar (kompetensi profesional), memiliki sikap dan kepribadian yang
baik (kompetensi kepribadian), dan mampu berinteraksi secara baik dengan siswa,
sesama pendidik, dan orang tua/wali siswa (kompetensi sosial).
Seorang pendidik juga harus mengembangkan
kompetensi yang dimiliki secara kontinue. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
melanjutkanya pendidikann ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pendidik perlu
mengembangkan wawasan pengetahuannya. Selain itu pendidik dapat mengikuti
seminar, memanfaatkan jurnal-jurnal pergurpatuan tinggi, dan ikut bergabung
dalam kerja sama antar profesi seperti musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).
Paradigma baru pembelajaran
pada era globalisasi memberikan tantangan yang besar bagi guru untuk lebih
meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya terutama dibidandang ilmu
teknologi dan informasi. Pendidik diharapkan mampu mengembangkan dan memberikan
inovasi-inovasi dalam preoses pembelajaran sehingga dapat menghasilkan out-put
yang bermutu dengan standar internasional.
[1] Abudin Nata. Filsafat Pendidikan islam 1. ( jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 1997 ). hal. 79
[2] Hamdan ihsan dan Fuad Ihsan. Filsafat
PendidikanIislam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998). hlm. 93.
[3] Op.cit, filsafat, hlm.
61.
[5] H. Ramayulis dan
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan Dan
Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hal. 152
[6] Undang-Undang RI
Nomor 14 Tahun 2005 Dan Peraturan Pemerintah Ri Nomor 74 Tahun 2008 Tentag Guru
Dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2009), hlm. 4
No comments:
Post a Comment