Tuesday 29 May 2012

KOMPETENSI PENDIDIK



PENDAHULAUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Setiap kegiatan pendidikan sudah pasti memerlukan unsur pendidik sebagai pendidik daripada kegiatan tersebut. Seorang pendidik memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran peserta didiknya. Pendidik mempunyai kontribusi besar dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Jika dilihat  dari kedudukan peserta didik, mereka  adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.[1]
Keyakinan itu muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal.  Maka dari itu kedududukan dan peran seorang pendidik adalah sebagai sosok yang bertugas menyalurkan pegetahuan (transfer of knowledge) serta nilai-nilai (transfer of value) dalam rangka mengembangkan fitah dan kemampuan dasar yang dimiiki peserta didik supaya berkembang secara optimal.
Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi.  .

PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninyah agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.[2] Dari pengertian di atas memberikan penjelasan bahwa seorang pendidik merupakan fasilitator atau agen pembelajaran yang berkompetensi menjalankan tugas untuk menyalurkan pengetahuan (transfer of knowledge) serta nilai-nilai (transfer of value) kepada peserta didiknya. Karena dengan pengetahuan dan nilai akan membentuk pola pikir yang positif, mandiri serta peka terhadap lingkungan sekitar.
Dalam bahasa Inggris di jumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher yang diartikan guru atau pengajar dan tautor yang berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar dirumah. Selanjutnya dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz, mudarris, mu’allim dan mu’addib. Kata ustadz jamaknya asatidz yang berarti  teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instructor (pelatih) dan lecturer (dosen), selainnya mu’llim yang juga berarti (guru), instructor (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya kata mu’addib berarti educator pendidik atau teacher in Koranic School ( guru dalam lembaga pendidikan al-Quran).[3]
Orang tua juga disebut pendidik kodrat karena mempunyai tanggung jawab atas perkembangan anak atau pendidikan anak. Namun karena dari pihak orang tua tidak mempunyai kemampuan, waktu dan sebagainya, maka mereka menyerahkan kepada orang lain yang berkompeten melaksanakan tugas mendidik.
 Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor , pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.[4] Pada umumnya pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan yang mengajar pada satuan perguruan tinggi disebut Dosen.

B.  Kompetensi Pendidik di Indonesia
                 Kata kompetensi berasal dari  bahasa inggris yaitu “competence” yang berarti kemampuan, kecakapan, kompetensi, dan wewenang. Secara istilah, kompetensi menurut W Robert Houstan, kompetensi bisa dilakukan sebagai suatu tugas memadai atau pemikiran pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan yang dituntut oleh jabatan seseorang.[5] Sedangkan Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen pasal (3)  pasal (2) kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan periaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[6]
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita pahami  bahwa kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan dan diujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu.
Dapat kita pahami pula bahwa kompetensi pendidik merupakan pengetahuan ,ketrampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak  yang dimiliki oleh pendidik dalam memberikan pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pelatihan kepada peserta didiknya
Kompetensi merupakan tuntutan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dalam menjalankan tugasnya. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
a)      Kompetensi pedagogik, yaitu kemapuan pendidik dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: pemahaman landasan pendidikan, pemahaman tentang peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, melaksanakan evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya.
b)      Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan mencakup kepribadian yang berakhlak mulia, arif dan bijaksana, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat, mengevaluasi diri sendiri, dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.
c)      Kompetensi sosial, yaitu kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat. Meliputi berkomunikasi lisan dan tulisan, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, dan orang tua/wali siswa, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar, serta menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan persaudaraan.
d)     Kompetensi professional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi konsep, struktur dan keilmuan/teknologi/seni yang menyatu dengan materi ajar, materi ajar sesuai kurikulum, hubungan konsep antara mata pelajaran terkait, penerapan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dan kompetensi secara professional.[7]
Dari uraian diatas menurut pemakalah standar kompetensi pendidik yang pertama harus dikuasai oleh seorang pendidik adalah mampu menguasai materi dan bahan ajar (professional). Karena hal ini menjadi refleksi  utama yang ditangkap oleh peserta didik. Seorang pendidik yang kurang menguasai materi pembelajaran akan mendapat citra negative dari peserta didiknya lebih-lebih ketika pendidik dianggap sebagai sumber ilmu. Hal ini belum cukup, pendidik yang pandai dituntut menggunakan strategi dan metode mengajar yang tepat (pedagogik). Sebagai pendidik juga harus memiliki sikap dan kepribadian yang positif (kepribadian) dan mampu berinteraksi secara baik dengan peserta didik, sesama pendidik, maupun orang tua/wali siswa (social). Karena dapat menciptakan hubungan yang harmonis sehingga mengetahui bagaimana keadaan psikis yang sedang dihadapi  anak didik. Karena itu menyangkut motvasi anak terhadap pengajaran yang pendidik berikan.
Secara komprehensip pendidik/guru harus memiliki keempat kemampuan tersebut secara utuh, meski ada kemampuan yang lebih dominan daripada kemampuan yang lainnya. Seorang pendidik adalah manusia yang sekaligus memiliki kemampuan dan kekurangan. Itulah sebabnya, keempat kemampuan yang harus dimiliki guru berada dalam gradasi yang beraneka ragam.[8]
     Dalam upaya peningkatan kompetensi pendidik perlu adanya pembinaan pendidik. Drs. Suprapto, M. Ed. Menjelaskan tentang lima kebijakan pembinaan pendidikan guru. Pertama, pengadaan guru disesuaikan dengan kebutuhan nyata. Perhitungan kebutuhan guru sekolah dasar ditentukan berdasarkan perhitungan pada unit kabupaten/kota. Sedangkan pengadaan guru sekolah menengah pada unit provinsi. Kedua, pengadaan guru cukup diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota, sedangkan pengadaan guru sekolah menengah diselenggarakan di tingkat provinsi. Kebijakan ini diambil mengingat keberadaan lembaga pendidikan guru. Ketiga, agar mutu guru dapat terjamin, maka upaya pembinaan guru dilakukan secara terpadu antara preservice education, insirve training, dan on the job training. Keempat, kerja sinergis antar SPG, IKIP sebagai lembaga preservice educationdengan lembaga  insirve training seperti Balai Penataran Guru (BPG) yang ada di setiap provinsi. Kelima, untuk melayai anak berkelainan dikembangkan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB).[9] Selain itu untuk meningkatka kompetensi pendidik, seoarang pendidik dapat  meningkatkan kemampuannya dengan meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pendidik perlu mengembangkan wawasan pengetahuannya. Selain itu pendidik dapat mengikuti seminar, memanfaatkan jurnal-jurnal perguruan tinggi, dan ikut bergabung dalam kerja sama antar profesi seperti musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).
C.       Kompetesi Pendidik di Era Globalisasi
Selama ini, globalisasi  oleh sebagian masyarakat sering diartikan sebagai gagasan tentang penyeragaman dan standarisasi dunia melalui teknologi, perdagangan dan sinkronisasi budaya dengan budaya  yang berasal dari Barat. Selain itu, globalisasi juga sering dihubungkan dengan sifat-sifat modern, dan sifat-sifat modern selama ini selalu dihubungkan dengan budaya Barat. Oleh karena itu, budaya yang berasal dari Barat selalu dianggap sebagai ciri dari masyarakat modern dan global. Namun dari itu semua, suatu kebudayaan yang dianggap baik di Negara lain belum tentu cocok atau sesuai jika diterapkan di Negara Indonesia ini. Hal ini dikarenakan setiap Negara mempunyai ideologi yang menjadi landasan hidup bagi bangsanya.
Dengan adanya  kontak kebudayaan yang datang dari Negara yang beragam tersebut tidak menafikan masuknya budaya asing dan mempengaruhi bangsa ini. Jika kita amati masyarakat Indonesia pada era globalisasi ini lebih bangga menggunakan budaya lain daripada budayanya sendiri. Mereka merasa lebih bergengsi apabila hidup bergaya ala barat. Dari hal ini, seorang pendidik diharapkan mampu menginternalisasikan ideology pancasila dan identitas bangsa kepada peserta didiknya.
      Paradigma baru pembelajaran pada era globalisasi memberikan tantangan yang besar bagi guru untuk lebih meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya terutama dibidandang ilmu teknologi dan informasi. Dalam era globalisasi, dunia  dipandang tidak lagi terbatas. Sumber informasi tidak lagi di dominasi oleh para pemuka masyarakat, para pendidik atau guru yang ada di daerah itu, melainkan sumber informasi yang tidak terbatas tampa dibatasi ruang dan waktu. Informasi yang ada di negara manapun dapat diakses kapan saja dan di mana saja melalui media massa maupun elektronik.
Berdasarkan gambaran tersebut, tampak jelas bahwa seorang guru tidak lagi harus lagi berceramah lagi dalam memberikan pelajaran karena bahan dan materi ajar sudah dipersiapkan dalam bentuk soft file yang dapat dibuka melalui komputer. Dalam hal ini pendidik kedudukannya lebih menjadi fasilitator dan inovator. Untuk itu, para guru harus menguasai metode pembelajaran menggunakan perangkat komputer. Maka dari itu penguasaan kemampuan dalam bidang teknologi informasi menjadi keniscayaan bagi guru.[10]  Namun apakah peranan seorang pendidik terdegradasi oleh sumber informasi di era globalisasi?  tentu saja tidak. Seorang pendidik atau guru tetap dibutuhkan dan tidak ada yang dapat menggantikan. Karena seorang pendidik tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan, ia juga di tuntut untuk membimbing anak didiknya dari segi moral dam nilai. Posisi Teknologi informasi disisni merupakan instrumen yang dapat memberikan dinamisasi dan inovasi bagi pendidik dan peserta didik dalam menyampaikan dan menerima suatu pengetahuan.
Dalam era globalisasi yang didukung dengan fasilitas penunjang teknologi informasi memberikan manfaat besar bagi proses pendidikan. Namun disisi lain, teknologi informasi juga dapat berdampak buruk. Jika kita relita tak sedidkit dari siswa pada jam pembelajaran sekolah berada di Warnet atau tempat game online. Memang tak sepatutnya mengkambing hitamkan sumber teknologi dan informasi sebagai dalang penyebabnya. Namun itu semua merupakan dampak negatif akan adannya fasilitas teknologi dan informasi. Maka dari itu seorang pendidik dituntut untuk memberi pengajaran serta bimbingan kepada peserta didiknya didalam menggunakan fasilitas tersebut untuk kegiatan yang bermanfaat dan berorientasi menambah wawasan keilmuan siswa. Sehingga dapat mencetak produk yang bermutu dengan taraf internasional.

 
PENUTUP

Pendidik adalah  agen pembelajaran yang berkompetensi menjalankan tugas untuk menyalurkan pengetahuan (transfer of knowledge) serta nilai-nilai (transfer of value) dalam rangka mengembangkan fitah dan kemampuan dasar yang dimiiki peserta didik supaya berkembang secara optimal. Peran pendidik adalah sebagai pengajar, pembimbing, dan pelatih. Dalam hal ini pendidik dituntut untuk menguasai kemampuan yang disebut dengan kompetensi.
Kompetensi pendidik merupakan pengetahuan ,ketrampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak  yang dimiliki oleh pendidik dalam memberikan pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pelatihan kepada peserta didiknya. Secara umum dalam melaksanakan tugasnya, pendidik dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam menggunakan strategi dan metode pembelajaran (kompetensi pedagogik), menguasai  materi dan bahan ajar (kompetensi profesional), memiliki sikap dan kepribadian yang baik (kompetensi kepribadian), dan mampu berinteraksi secara baik dengan siswa, sesama pendidik, dan orang tua/wali siswa (kompetensi sosial).
Seorang pendidik juga harus mengembangkan kompetensi yang dimiliki secara kontinue. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melanjutkanya pendidikann ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pendidik perlu mengembangkan wawasan pengetahuannya. Selain itu pendidik dapat mengikuti seminar, memanfaatkan jurnal-jurnal pergurpatuan tinggi, dan ikut bergabung dalam kerja sama antar profesi seperti musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).
Paradigma baru pembelajaran pada era globalisasi memberikan tantangan yang besar bagi guru untuk lebih meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya terutama dibidandang ilmu teknologi dan informasi. Pendidik diharapkan mampu mengembangkan dan memberikan inovasi-inovasi dalam preoses pembelajaran sehingga dapat menghasilkan out-put yang bermutu dengan standar internasional.





[1] Abudin Nata. Filsafat Pendidikan islam 1. ( jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997 ). hal. 79
[2] Hamdan ihsan dan Fuad Ihsan. Filsafat PendidikanIislam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998). hlm. 93.
[3] Op.cit, filsafat, hlm. 61.
[4] Undang-Undang SISDIKNAS, (bandung: Focus Media, 2009), hlm. 3
[5] H. Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan Dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hal. 152
[6] Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Dan Peraturan Pemerintah Ri Nomor 74 Tahun 2008 Tentag Guru Dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2009), hlm. 4
[7] Op.cit, Undang-Undang, hlm. 229-290
[8] Suparlan,Guru Sebagai Profesi, (Yogyakarta: Hikayat, 2006) hlm. 30.
[9] Ibid, hlm. 129-130
[10] Ibid, hlm. 10

No comments: