BAB I
PEMBAHASAN
A. Lafadz
dan Terjemahan QS. Albaqoroh: 256
“Tidak
ada paksaan dalam (menganut) agama Islam, sesungguhnya telah jelas (perbedaan)
antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thogut[1]
dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali
yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui”.(QS.
Albaqoroh:256)
B. Tafsir
Muforadat
·
kariha lawan kata dari akhabba
yang berarti tidak menyukai ikroha yang
berarti memaksa.
·
Al ghoi: isim masdar dari ghowa:
dholla yang berarti sesat.
·
Athoghut: Assyaithon atau Ashnam
·
Istamsaka: amsaka bihi: berpegang pada
·
Al’urwatil wutsqo: bil
aqdi mahkum: tali yang kokoh
·
Infisoma: inqotoo’a : tidak akan putus
C. Isi
Kandungan QS. Albaqoroh: 256
Pada ayat-ayat
sebelumnya dibicarakan tentang penetapan prinsip aqidah yang bersifat
meng-Esakan Allah SWT (tauhid), mensucikan-Nya dari sifat-sifat kekurangan, dan
kekuasaan-Nya yang bersifat tunggal di langit maupun di bumi, ilmu-Nya meliputi
segala sesuatu dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Dalam pembicaraan ini
diterangkan bahwa bertauhid atau beriman dapat memberikan bimbingan fitrah dan
menuntunya untuk memahami alam, yang tanda-tandanya sudah jelas, dalil-dalilnya
sudah terang, tidak ada kekaburan maupun kesamaran. Barang siapa memperoleh
petunjuk, maka berbahagialah dia. Tetapi barang siapa yang mengingkarinya, maka
rugilah dia baik di dunia maupun di akhirat. Dan kerugian itulah kerugian yang
sebesar-besarnya.
Adapun tentang asbabun
nuzul ayat ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari jalan Ikrimah, dari Ibnu
Abbas: ”Seseorang lelaki ansor bernama Husain punya dua anak laki-laki beragama
Nasrani, sedang ia sendiri seorang muslim. Lalu ia bertanya kepada Rosulullah:
“Bolehkah saya memaksa keduanya beragama Islam? Karena keduannya hanya mau
beragama Nasrani ”. Lalu turunlah ayat ini.
Dalam riwayat lain juga
diceritakan bahwa turunnya ayat ini karena ada seorang wanita anshor berjanji kepada
dirinya bahwa apabila putranya hidup, maka ia akan menjadikannya Yahudi.
Tatkala Bani Nadir diusir dan di antara mereka ada anak-anak kaum Anshor, maka
kaum Anshor berkata: “kami tidak akan menjadikan anak kami menjadi yahudi.”
Maka Allah meniurunkan ayat ini. Diriwayatkan dari Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas.
Dalam ayat ini
diterangkan bahwa tidak ada paksaan dalam
beragama, karena iman merupakan pernyataan kesadaran dan kepatuhan .
keduanya tidak dapat dipaksakan tetapi bisa diusahakan memlalui hujjah dan
bukti-bukti kebenaran.
Ayat ini cukup jelas
untuk menyangkal bahwa Islam ditegakkan dengan pedang, ditawarkan dengan
kekerasan, dan barang siapa yang mau selamat harus masuk Islam, dan ybarang
siapa yang menolak akan menerima pedang sebagai hukuman sebagaimna yang dikenal
dalam sebagian agama yang lain dengan memkasa orang untuk menganut agamanya
bagaimananapun caranya. Sejarah telah menjadi saksi bahwa pernyataan ini
tidaklah benar, pernahkah Nabi SAW menggunakan pedang untuk memaksa orang masuk
Islam? Bahkan sebaliknya Rosulullah menerima berbagai siksaan, penganiayaan, dan
caci maki dalam menyebarkan Islam. Adapun peperangan yang dilakukan umat Islam
itu hanyalah semata-mata suatu tindakan bela diri terhadap serangan-serangan kaum
kafir terhadap mereka, dan untuk mengamankan jalannya dakwah Islamiyah.
Sehingga orang kafir itu dapat dihentikan dari kedzoliman, memfitnah dan
menggangu umat Islam karena menganut dan melaksanakan agama mereka dan agar
orang kafir dapat menghargai kemerdekaan pribadidan hak-hak asasi manusia untuk
menganut keyakinan.
Jadi tidak dibenarkan
adanya pemaksaan. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah dengan cara
yang baik dan penuh kebijaksanaan, serta dengan nasihat-nasihat yang wajar sehingga
mereka masuk Islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri. Dan untuk hasilnya
apakah mereka mau masuk Islam atau tidak merupakan urusan Allah. Sesungguhnya kewajiban
kita adalah menyajikan islam melalui keyakinan islam yang toleran, memberi
petunjuk, dan menunjukan manusia. Dan tugas manusia adalah merenungkan aqidah
itu, menelaah dalil-dalil, hujjah-hujjah, dan argumentasinya yang merupakan
konsep yang sempurna dan tidak mengandung keraguan. Karena Allah menjadikan
Islam sebagai agama yang mudah dan toleran sampai pada batas kemampuan manusia
merenungkannya dengan akal dan pemahaman yang telah di anugrahkan oleh Allah.[2]
Dan
telah nyata yang lurus dari yang sesat bahwa Islam bahwa Islam adalah agama yang benar dan
membawa kejayaan, sedangkan agama-agama yang lain sesat dan bengkok.
Barang
siapa yang mengingkari kesesatan dan beriman kepda Allah, maka ia benar-benar
berpegang kepada tali yang kokoh, yang tidak dapat putus. Maksudnya barang siapa yang yang menjauhkan
diri dari sekutu, berhala, dan apa-apa yang diserukan setan supaya perkara
selain Allah disembah, serta mentauhidkan Allah, menyembah-Nya, mengesakan-Nya,
dan mempersasksikan-Nya. Maka sesungguhnya dia telah berpegang pada tali yang
sangat kokoh. Dia telah berpegang teguh pada agama yang kokoh sarana yang
paling kuat serta ikatan yang sangat erat, yakni kekuatan iman dan Islam. Di
sini kekafiran terhadap thogut
didahulukan daripada keimanan kepada Allah mengandung isyarat yang halus
bahwa yang pertama kali harus dilakukan ialah membersihkan qolbu dan membuang
kepercayaan kepada thogut yang ada dalam qolbu. Jika qolbu telah kosong dan
bersih, maka dapat diisi dengan keimanan kepada Allah. Dengan demikian keimanan
dapat meresap di dalam qolbu. Keimanan tidak dapat melekat kecuali jika Allah
sebagai pemeliharanya. Maka, tidak seorangpun dapat mencabut keimanan yang
mengakar ke dalaam qolbu yang memegang tali yang sangat kokoh.[3] Dan hal
ini ditegaskan dengan ayat selanjutnya:
Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Maksudnya Allah senantiasa mendengar apa yang
diucapkan dan Allah senantiasa mengetahui apa yang ada di dalam hati dan
dilakukan oleh anggota badan. Dan Allah membalas amal seseorang sesuai dengan
iman, perkataan dan perbuatan mereka masing-masing.
Umat islam menjadikan
ayat ini sebagai prinsip agama dan politik yang sangat tinggi sebab itu mereka
tidak membenarkan segala pemaksaaan dalam bentuk apapun dan kepada siapapun.
Dan untuk membela Islam dan umat kita dari serangan musuh, Allah memerintahkan
kita berdakwah dengan bijaksana, nasihat yang baik, disamping tetap menjamin
kemerdekaan berdakwah dan menutup pintu fitnah.
Kita berkewajiban
mengangkat senjata hanyalah semata-mata untuk melindungi kaum da’i kita serta
mengamankan jalannya dakwah Islam keseluruh penjuru dunia dan mencegah
orang-orang kafir berlaku jahat kepada kita. Juga untuk melindungi kelemahan
iman kita dari gangguan kaum kafir sehingga iman mereka tetap tumbuh menjadi
kuat, serta mencegah fitnah dari golongan kafir terhadap Islam.[4]
Supaya manusia dapat melaksanakan agamanya dengan rasa ikhlas kepada Allah,
bukan takut karena paksaan.
Dan hal ini diakui oleh
pernyataan sarjana Kristen Arobia, prof. Phillips Hittiyang telah menjadi warga
Negara Amerika dalam bukunya sejarah Arab
mengakui bahwasannya ayat inilah salah satu dari ayat Al-Qur’an yang patut
menjadi anutan manusia dalam segala Agama.[5]
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Agama Islam Tidak
membenarkan umatnya menggunakan paksaan terhadap orang-orang yang bukan muslim,
untuk memaksa mereka masuk agama Islma. Dan orang yang memilih agama Islam
sebagai anutannya adalah bagaikan orang yang telah mendapatkan tali yang kokoh
dan kuat yang tidak akan bisa di putus.
Dan Kita berkewajiban
mengangkat senjata hanyalah semata-mata untuk melindungi kaum da’i kita serta
mengamankan jalannya dakwah Islam keseluruh penjuru dunia dan mencegah
orang-orang kafir berlaku jahat kepada kita. Juga untuk melindungi kelemahan
iman kita dari gangguan kaum kafir sehingga iman mereka tetap tumbuh menjadi
kuat, serta mencegah fitnah dari golongan kafir terhadap Islam. Supaya manusia
dapat melaksanakan agamanya dengan rasa ikhlas kepada Allah, bukan takut karena
paksaan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya
Jalalain. Tafsir Jalalain. Surabaya: Darul ‘Abidin
Munawir, Ahmad Warson. 1997. ALMUNAWIR
Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif
Tim Tashih Departemen Agama. 1991.
Alqur’an Dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf UII
Nasib Rifa’I, Muhammad. 1999. Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani Press
Al-Maroghui, Musthafa. 1986. Tarjamah
Tafsir Al-Maroghi Juz 3. Bandung: CV. Rosda Bandung
HAMKA. 1983. Tafsir Al-Azhar JUZ III.
Jakarta: Pustaka Panjimas
No comments:
Post a Comment