Wednesday 23 May 2012

SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA KHULAFAUR ROSYIDIN


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jazirah Arab, pasca wafatnya Rosulullah SAW umat islam merasa kehilangan sosok pemimpin yang telah berjuang dengan pengorbanan yang amat dahsyat menyebar dan memberikan ajaran islam. Kekhawatiran akan lemahnya ajaran dan peradaban islam pada masa itu menjadi salah satu faktor untuk mencari seorang pemimpin pengganti. Ssedangkan nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat islam setelah beliau wafat. Maka dari itulah satu persoalan baru bagi kaum muslimin muncul untuk menentukan siapa yang pantas menjadi pengganti Rosulullah untuk menjadi pemimpin pergerakan umat islam selanjutnya. Rosulullah pun nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak laa setetlah beliau wafat sejumlah tokoh muhajirin dan  anshor berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan berjalan cukup alot karena masing-masing pihak baik muhajirin maupun anshor sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat islam. Namun, dengan semangat ukhuwah islamiyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar terpilih, rupanya kualitas ketaqwaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat islam. Sehinga masing-masing piak menerima dan membaiatnya. Hal ini berjalan sesuai dengan perjalanan waktu smapai pada akhirnya kepemimpinan berotasi kepada sahabat Rosul yang lainnya, Umar bin Khotb, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib yang keempatnya disebut dengan Khulafaur Rosyidin.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana sistem pemerintahan yang dijalankan pada masa khulafaur rosyidin?
C. Tujuan
Untuk mengetahui peran  kholifah pengganti rosulullah dalam memimpin umat islam.
Untuk memahami sistem pemerintahan yang dijalankan pada masa khulafaur rosyidin.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Abstraksi
Sebuah perkumpulan banyak orang dalam suatu wilayah akan berjalan dengan tidak kondusif tatkala tidak adanya tata aturan dan struktural kepimimpinan. Masyarakat akan berjalan sesuai apa yang ia kehendaki. Ada banyak kepentingan individu. Negara tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ada seorang presiden, sebuah kota tidak akan berjalan dengan kondusif jika tidak ada wali kota, dan sebagainya. Namun tidak hanya seorang pemimpin yang dibutuhkan dalam suatu kelompok atau wilayah yang terdiri dari masyarakat yang  di dalamnya terdapat pula beraneka ragam ras, suku, etnik dan budaya, akan tetapi harus disertai sistem pengorganisasian yang mumpuni dan dapat dipertanggung jawabkan. Negara dengan sistem kepemerintahannya, kerajaan dengan sistem kerajaannya, dan sebagainya.
Berbicara masalah peradaban islam pasca wafatnya Rosululloh SAW, maka akan ditemukan sebuah istilah  kaitannya kepemimpinan. Yaitu  Khilafah/khalifah (penggati Nabi SAW)[1]. Sistem khilafah pertama kali terbentuk dengan dinobatkannya Abu Bakar sebagai kholifah. Bahwa Nabi Muhammad tidak meningglkan anak laki-laki, Nabi juga tidak menunjuk seorang penggantinya sebagi pimpinan republik islam. Sedang kepentingan akan kepemimpinan untuk menegakkan kesatuan umat islam dan stabilitas negara mutlak diperlukan. Semula seorang pun tidak memerhatikan kepentingan ini. Namun sepeninggal Nabi Muhammad kesadaran pentingnya penggantinya segera timbul. Pada saat itu masyarakat menyelenggarakan musyawarah besar-besaran untuk memilih pemimpin pengganti Nabi Muhammad SAW. Setelah berlangsung perdebatan serius, akhirnya tercapai kesepakatan memilih dan menobatkan Abu Bakar sebagai kholifah Nabi Muhammad. Jadi pemilihan Abu Bakar terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya rekayasa sebelumnya. Sekalipun Abu Bakar terpilih dalam sebuah musyawarah yang hanya melibatkan sebagian tokoh muslim, namun pada hari berikutnya hasil keputusan tersebut dikukuhkan dalam pertemuan yang lebih besar di masjid Madinah di mana masyarakat muslim menyatakan kesempatannya secara langsung dalam menyapaikan bai’at kepadanya. Cara seperti ini pun dijadikan teladan pada beberapa kholifah berikutnya.

B. Sistem Pemilihan Khalifah
Pola pemerintahan khulafaur rosyidin yang paling penting adalah mengenai sistem pengangkatan khalifah. Keempat khulafaur rosyidin dipilih melalui cara yang hampir sama. Pola pemilihan tersebut bisa dikatakan sebagai pemilihan langsungyang terdiri dari dua tahap pemilihan. Tahap pertama adalah pemilihan figur khalifah itu sendiri, sedang tahap yang kedua adalah pengukuhan keabsahan khalifah terpilih melalui bai’at (janji kesetiaan) oleh seluruh masyarakat yang hadir.
Pemilihan tahap pertama, biasanya, hanya melibatkan tokoh-tokoh sahabat untuk mengusulkan dan memilih calon khalifah. Misalnya,  Abu Bakar dicalonkan sebgai khalifah oleh Umar dan Ubaidah, khalifah umar diusulkan oleh Abu Bakar, Usman dicalonkan oleh Umar Abdur Rohman Auf dan anggota pemilihan yang lainnya, sedang Ali diusulkan oleh gerombolan pemberontak dan tokoh-tokoh musyawarah Madinah. Dalam pemilihan khalifah para sahabat-sahabat besar dan tokoh-tokoh musyarakat bertindak sebagai dewan pemilihan atau sebagi dewan permusyawaratan. Biasanya mereka berhasil mencapai kesepakatan bulat. Demikianlah cara pemilihan khalifah pada saat itu. Bagi mereka yang semula tidak sepakat atas satu orang figur khalifah, harus menerima penetapan setelah hasil pemilihan tersebut diberlakukan.
Selama masa pemerintahan khulafaur rosyidin dapat dicatat ada beberapa nilai positif. Bahwa prinsip republik yang demokratis berlaku dalam pemerintahan selama periode ini, tetapi lantaran berkembangnya kembali fanatisme kesukuan sistem tersebut tidak bertahan lama. Sekalipun pada saat itu belum terdapat aturan dan sistem pemilihan yang baku, namun pada prinsipnya terdapat  keseragaman untuk menerapkan prinsip demokratis.



C. Jabatan Khalifah
Khalifah adalah jabatan tertinggi pemerintahan imperium islam yang dipilih oleh rakyat melalui musyawarah. Sekalipun pada saat itu belum terdapat konstitusi yang membatasi kekuasaan politik seorang khalifah, tidak berarti bahwa kewenangan khalifah tidak terbatas. Seorang khalifah wajib menyelenggarakan kewenangannya sesuai dengan petunjuk Al-qur’an dan sunnah nabi.
Khalifah sama sekali tidak menjalankan fungsi kenabian, sebaliknya atas mereka diwajibkan menerapkan aturan-aturan islam. Tugas utama mereka dalam hal keagamaan adalah memimpin sholat jum’at dan menyampaika khutbah jum’at di masjid Nabawi. Imam sholat jum’at menuru islam merupakan fungsi kepemimpinan keagamaan dan politik[2]. Mereka yang bertugas sebagai imam haruslah mereka yang mempunyai  otoritas kepemimpinan tertinggi, yakni khalifah. Selain sebagai kepala negara, khalifah juga menjabat sebagai panglima tinggi angkatan bersenjata. Ia berwenang mengerahkan pasukan untuk membendung serangan kekuatan asing, menganangkat para jenderal, dan bahkan memerintahka  para jenderal untuk mengadakan pertahanan dan penyerangan kepada musuh. Dalam hal pengangkatan jenderal dan pengerahan ekspedisi pasukan islam, biasanya khalifah meminta pandangan dan pendapat dari beberapa sahabat besar. Khalifah juga menjabat sebagai hakim agung, pada masa-masa awal ketika belum dilantik pejabat hakim, hampir semua kasus dan perkara hukum diselesaikan oleh keputusan khalifah sendiri dalam kapasitasnya sebagai hakim.
Selain yang telah disebutkan di atas, khalifah juga berwenang mengatur pengumpulan zakat dan pajak pembangunan sistem pengairan dan pekerjaan-pekerjaan umum lainnya demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sekalipun khalifah mempunyai wewenang tertinggi, namun mereka senantiasa menempuh jalan bermusyawarah dalam  menjalankan dan merencanakan tugasnya, khususnya khalifah pertama dan kedua.



D. Sisitem Musyawarah
Sistem musyawarah merupakan gambaran yang paling menonjol dalam pemerintahan khulafaur rosyidin. Lembanga yang menjalankan fungsi permusyawaratan ini dinamakan majlis syuro. Khalifah menyelenggarakan musyawarah dalam segala urusan kenegaraan. Lembaga ini merupakan perwujudan dari perintahdan ajaran Al-qur’an. Pada dasarnya sistem permusyawaratan ini sudah menjadi tradisi masyarakat Arabia sebelum masuk islam, lalu nabi melestarikan tradisi baik ini.  Dalam sebuah ayat, Al-qur’an memerintahkan agar umat islam ”menempuh jalan musyawarah dalam menyelesaikan urusan mereka”[3]
Di dalam islam tidak terdapat aturan yang baku mengenai bentuk dan formasi sistem permusywaratan. Biasanya fungsi ini diselenggarakan oleh tokoh-tokoh sahabat muhajirin, terkadang juga melibatkan tokoh-tokoh anshor. Dalam hal-hal tertentu terkadang juga melibatkan rakyat biasa atau utusan dari suku-suku arab atau perwakilan dari wilayah provinsi yang dipanggil untuk menghadiri pertemuan permusyawaratan di pusat. Pertemua musyawarah pada saat itu diselenggarakan di maasjid nabawi.
Lembaga permusyawaratan berfungsi menyampaikan saran dan pertimbagan kepada khalifahdalam menjalankan tugas-tugasnya. Sebaliknya khalifah berhak meminta pertimbangan dan saran kepada lembaga ini, misalnya mengenai pengiriman pasukan islam, pengangkatan panglima atau pimpinan ekspedisi, pengangkatan gubernur, dan pejabat-pejabat tinggi lainnya, penetapan gaji pegawai, juga dalam penetapan besarnya biaya pajak dan dalam hal pembentukan sejumlah jabatan baru. Lembaga permusyawaratan tidak memiliki otoritas legislatif untuk membuat hukum dan aturan. Tidak ubahnya dengan khilafah, lembaga ini tidak memiliki wewenang mengubah syari’at atau hukum islam.
Majlis syuro merupakan lembaga demokrasi dalam pemerintahan khulafaur rosyidin. Hal yang masih terabaikan pada saat itu adalah belum adanya ketentuan mengenai susunan, formasi dan prosedur lembaga. Lembaga ini paling efektif menyelenggarakan pertemuan permusyawaratan pada masa khalifah umar. Pada masa pemerintahan khalifah Usman dan Ali pertemuan permusyawaratan nyaris tak pernah terjadi.

E. Kesekretariatan
Pada masa ini belum terdapat perkantoran khusus untuk  penyelenggaraan urusan pemerintahan. Seluruh pekerjaan diselenggarakan dibawah pengawasan khalifah secara langsung. Tetapi ketika tugas-tugas pemerintahan telah bertambah semakin banyak, khalifah memerlukan bantuan para sahabat atau rakyat untuk melaksanakan berbagai pekerjaan pemerintahan. Karena itu terkadang Umar turut membantu mengerjakan urusan peradilan dan bahkan pengumpulan dan pembagian zakat pada masa khalifah Abu Bakar, sementara Ali dipercaya sebagai juru tulis dan mengurusi tawanan perang. Jadi oleh Abu Bakar, pekerjaan pemerintah imperium yang banyak tersebut didelegasikan kepada tokoh-tokoh sahabat, sehingga tidak terfokus pada khalifah saja. Sebagaimana yang diberlakukan pada masa nabi, pekerjaan kesekreariatan diselenggarakan oleh khalifah dan para asistennya di serambi masjid Nabawi di Madinah.

F. Administrasi Keuangan
Sumber-suber pendapatan keuangan negara pada zaman Nabi terbatas ada lima unsur: zakat, jizya, kharaj, ghanimah, dan fay’. Pada saat itu belum ada mekanisme pengumpulan pendapatan tersebut. Sumber pendapatan tersebut dikumpulkan sebagi kas negara kemudian didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Pada masa pemerintahan Umar, ketika wilayah islam telah meluas diperlukan adanya sistem pengaturan pendapatan tesebut. Karena itu Umar bersungguh-sungguh mengorganisir administrasi keuangan secara tertib berdasarkan prinsip-prinsip dan berdasarkan sejumlah pemikiran yang pernah disampaikan oleh Nabi dan Abu Bakar. Umar juga memberlakukan sejumlah pajak yang baru, selain yang dinyatakan secara tegas dalam ajaran agama islam. Sumber-sumber pendapatan negara adalah sebagai berikut :
Pertama adalah Zakat. Al-qur’an berkali-berkali menyebutkan perintah membayar zakat mengiringi perintah sholat[4] dan diwajibkan atas orang-orang yang mampu dari segala jenis kekayaan untuk didistribusikan kepada orang-orang fakirmiskin dan orang-orang yang lemah. Hal tersebut ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran sosial.
Kedua adalah jizya, yakni pajak perorangan yang dibebankan kepada non muslim dzimmi. Khalifah menetapkan pajak setahun 10 dirham bagi yang berpenghasilan rendah, 2 dinar bagi yang menengah,4 dinar bagi mereka yang kaya.
Ketiga adalah Kharaj, pajak atas tanah pertanian dan besarnya pajak tergantung pada kesuburan tanah.
Keempat adalah Al-’ursy, pajak yang dibebankan kepada tuan-tuan tanah sebesar 1/10 dari hasil pertanian mereka.
Kelima adalah Al-fa’yu, ya’ni tanah pertanian yang ditinggalkan pemiliknya merupakan milik negara dan hasilnya diserahkan kepada kas negara untuk kepentngan umum.
Keenam adalah ghanimmah, harta rampasan perang setelah dikurang untuk kepentingan umum sisanya dibagikan kepada umat islam.
Terakhir adalah pajak-pajak baru yang diberlakukan oleh Umar. Misalnya pajak peniagaan nonmuslim sebesar 1/10 dikarenakan orang-orang muslim ketika berniaga ke daerah nonmuslim juga dikenakan pajak yang sama.

G. Baitul Mal
Pada masa nabi seluruh harta negara dikumpulkan dari berbagai sumber dan langsung didistribusikan kepada rakayat. Seiring dengan semakin dengan semakin meningkatnya penghasilan negara, Kholifah Umar menyadari akan pentingnya penyimpanan kekayaan negara dibawah pengawasan pejabat pemerintah. Maka dari itu Kholifah Umar mendirikan lembaga baitul mal baik pada tingkat pusat maupun daerah dibawah pengawasan pejabat keuangan yang dinamakan shahib al-baitul mal. Pada tingkat propinsi pejabat baitul mal bertanggung jawab kepada gubernur. Akan tetapi pada masa kholifah Usman, mereka langsung bertanggung jawab pada kholifah. Sisa kekayaan setelah digunakan untuk biaya pemerintahan propinsi dan untuk kepentingan umat diserahkan ke  baitul mal pusat.


H. Pemerintahan Wilayah Propinsi
Kholifah Umar sebagai pembangun sistem administrasi pemerintahan Islam, membagi wilayah imperial Islam menjadi delapan propinsi, yakni propinsi Makkah, Madinah, Sriya Jazirah(wilayah Mesopotania), Basrah, Kuffah, Mesir dan Palestina. Dan propinsi tersebt selanjutnya dibagi menjadi sejumlah distric. Pemerintahan propinsi dipercayakan kepada seorang Amir atau wali yang berfungsi sebagai pembantu kholifah pada wilayah masing-masing sbagaimana kholifah yang berpusat di Madinah. Seorang wali juga menjalankan tugas sebagai Imam sholat jum’at . Stabilitas wilayah propinsi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Wali. Wali pun menjadi panglima militer dan pengawas pengumpulan zakat tingkat propinsi. Adapun di wilayah distric dikepalai oleh Amil dan hakim distric yang bergelar Qodhi. Setiap amil distric  bertanggung jawab kepada Amir atau Gubernur. Para pejabat  diperintahkan untuk mendata harta kekayaannya dan jikalau suatu saat harta pribadinya bertambah semakin banyak, pemerintah pusat berhak mencurigainya. Dan jika terbukti terdapat pelanggaran dan penyalah gunaan kekayaan negara, pemerintah pusat berhak berhak menyita harta kekayaannya.

I.Kemiliteran
Kesatuan militer Islam terdiri dari pasukan kavalery, infantri, pasukan pengintai dan pelayan-pelayan militer. Untuk tiap-tiap sepuluh pasukan infantri dikepalai oleh seorang komandan pleton. Setiap seratus tentara dikepalai oleh Qoid. Di atas Qoid terdapat jabatan Amir (panglima) yang langsung diangkat oleh Kholifah.
Pasukan kavalery menggunakan baju dan topi baja, dipersenjatai tameng, pedang, lembing dan panah. Kuffah, Basroh merupakan basis dan pusat kemiliteran di Iraq, sedangwilayah Mesir terletak di Fustat, Afrika utara di Quarowan. Para pasukan muslim menerima kesejahteraan yang memadai demimendukung tugas-tugas mereka. Mereka menerima gaji rata-rata 600 dirham tiap tahunnya, selain itu istri dan anak-anak mereka diberi tunjangan.


J. Perkembangan Pelayaran dan Armada Laut
Hampir seluruh perbatasan wilayah Arabiya dibatasi oleh laut. Dan wilayah Arabiya terkenal sebagai wilayah yang gersangdan tandus. Penghidupan masyarakat Arabiya tergantung pada hubungan perdagangan di negeri-negeri lain di sekitarnya. Jauh sebelum masa Islam, para pedagang t\arab telah menggunakan jalur darat maupun lautsebagai jalur perdagangan. Pada tahun 18 hijriah wilayah Arabiya terserang paceklik. Untuk mengatasinya Umar bermaksud mendatangkan gandum dari Mesir, karena perjalanan jalur darat begitu jauh maka Umar menggarap proyek membuat terusan sepanjang 69 mil dari sungai nil sampai ke laut merah, setelah selesa dibangun, 20 armada berhasil mendaratkan gandum di lar, satu-satunya pelabuhan di Madinah pada saat itu. Ekspedisi militer pertama kali dipimpin oleh komandan laut al ’Ala bin Hadrami dalam pertempuran melawan Persia.
Era pelayaran bangsa Arab berkembang pesat pada masa pemerintahan usman. Panglima laut yang pertama adalah Abdullah bin Qais yang melakukan penyerangan terhadap Romawi dengan kekuatan 50 armada laut, sekalipun ia gugur dalam mejalankan tugasnya. Dan setelah itu tidak terjadi lagi ekspedisi laut hingga periode bani umayyah.

K. Masyarakat Dhimmi
Dhimmi merupakan sekolompok masyarakat nonmuslim yang menerima perlindungan dari penguasa Islam. Mereka dibebaskan dari kewajiban militer, namun atas mereka diwajibkan jizya. Mereka menikmati hak-hak yang sama dengan waga muslim, disamping memiliki hak-hak yang khusus. Mr. Welhausen menyatakan, ”Umar telah menempuh kejutan besar yang menguntungkan pihak non muslim dan melarang segala tindakan yang mengganggu kesejahteraan mereka”. Dia memberikan pertolongan nonmuslim yang miskin dari kekayaan baitul mal. Khalifah Harun Al-Rasyid juga menjaga kelangsungan gereja, karteda, sinagoge, dan tempat-tempat suci nonislam. Selain menerima hak kebebasan beragama mereka juga bebas memberlakukan hukum dan peradilan baginya sebagaimana yang diungkapkan oleh K. Hitti, ”selain mereka berada diluar wilayah peradilan Islam , mereka juga diprkenankan menerapkan peradilan hukum mereka masing-masing sebagaimana yang diberlakukan oleh para pemimpin agama dan pemuka masyarakat masing-masing”. Dengan prinsip kerukunan kehidupan beragama dan prinsip kebeasn peradilan, kelompok Dhimmi menikmati sepenuhnya perlindungan atas harkat dan martabatnya, kehidupan dan harta kekayaanya.

L. Kehidupan Sosial
Kehidupan khilafah rosyidah terkenal dengan kesederhanaannya walaupun negara Islam makin meluas dan pendapatan negara pun makin berkembang pesat. Mereka tidak terlibat dengan kemewahaan duniawi, merka tidak ada yang membangun istana kerajaan, tidak membangun gedung yang megah untuk perkantoran, melainkan hanya cukup tinggal di perkampungan sebagaimana rakyat pada umumnya. Dirumah, mereka tinggal dan menjalankan tugasnya masing-masing. Mereka idak malu mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri dan tidak perlu memasang pengawal untuk menjaga rumah dan keselamatan dirinya, walaupun sebagian besar dari mereka terancam oleh tangan-tangan musuh. Rumah mereka terbuka untuk umum, terlebih rakyat miskin. Mereka menerima keluh kesah dari rakyat. Mereka menerima gaji tertentu dari harta negarauntuk menafkahi kebutuhan hidup keluarganya. Sepanjang waktu hati dan diri mereka diabdikan kepada Zat peguasa alam dan kepada sesama manusia.
Bangsa arab telah mennggalkan kebiasaan buruk mereka seperti perjudian, minum minuman keras dll. Posisi wanita berubah semakin membaik. Mereka berhak menikmati hak-hak khusus terhadap kekayaannya dan suaminya,berhak memilih pasangan hidupnya, dibebaskan tampil di muka umum dan menghadiri pidato sang khalifah bahkan diijinkan turut berperang dalam medan peperangan. Sistem perbudakan dihapuskan kebijakan kholifah memberlakukan budak secara mulia dan adil. Kedudukan mereka berubah total selama masa pemerintahan ini.
Dari hal-hal di atas tidak bisa diragukan lagi bahwa pada masa pemerintahan kholafaur rosyidin yang bercorak demokratis dan republik ini merupakan masa –masa emas  dan masa yang terpenting dalam sejarah Islam.


DAFTAR PUSTAKA

  • Ali, K. 1996. Sejarah Islam (tarikh pramodern). PT. Raja Grafindo: Semarang
  • Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Rajawali Pers: Jakarta
  • Yunus, Mahmud, Prof, Dr. 1990. Kamus Arab-Indonesia. PT Hidakarya Agung: Jakarta


[1] Prof. Dr. H. Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990)hlm. 120
[2] Prof. K. Ali, Sejarah Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, cetakan II)hlm. 153
[3] Baca Al-qur’an surat Ali imron: 159
[4] Baca Al-qur’an surat Al-Baqoroh: 43

No comments: