BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kesempurnaan menjalankan rukun islam setiap
muslim tentunya berkeinginan untuk pergi ke baitullah dengan tujuan menjalankan
ibadah haji, dalam menjalankan ibadah haji pun tidak semata-mata dengan mudah
menjalankannya, ada banyak ketentuan yang harus dipenuhi baik sebelum
mengerjakan maupun ketika berlangsungnya ibadah haji
Dalam memenuhi persyaratan ketika hendak menjalankan
ibadah haji, biaya menjadi permasalahan atau hambatan yang paling utama, karna
sebagaimana kita ketahui bahwa untuk pergi ke makkah memerlukan biaya yang
tidak sedikit mengingat jarak negeri ini dengan saudi arabia juga cukup jauh, meskipun
demikian di zaman yang serba mungkin ini banyak lembaga-lembaga yang
mempublikasikan kesediaanya dalam memenuhi permasalahan seseorang yang ingin
menunaikan ibadah haji tersebut, yaitu melalui undian berhadiah atau lotre.
Adanya undian tersebut ternyata menarik perhatian
seorang muslim untuk berpartisipasi, hal ini tidak lepas karna keinginannya
untuk menunaikan ibadah haji ke baitullah. Namun mengingat syarat sahnya ibadah
haji supaya menjadi haji yang mabrur, segala perlengkapan atau persyaratan
harus merupakan sesuatu yang halal. Masalah biaya pun tentunya harus merupakan
hasil dari perkara yang halal.
Banyak diantara kalangan ulama yang berbeda pendapat
mengenai kehalalan undian berhadiah atau lotre, maka kita harus hati-hati
dengan hal itu, apalagi digunakan untuk sebuah ibadah besar seperti haji yang
hanya dapat dikerjakan sekali dalam setahun.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana definisi dari lotre atau undian berhadiah dan
bagaimana jika digunakan untuk ibadah haji?
2.
Bagaimana pendapat
para ulama menyikapi permasalahan undian berhadiah atau lotre?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ibadah haji dengan dana undian berhadiah
Haji merupakan ibadah yang wajib dikerjakan oleh setiap
umat islam yang mampu melaksanakannya dan tentunya dengan memenuhi segala
persyaratan yang telah ditetapkan termasuk rukun-rukun haji, supaya hajinya
diterima oleh Allah SWT. Atau biasa kita sebut haji mabrur.
Perlu kita ketahui, bahwa nilai ibadah haji seseorang,
atau dengan kata lain tingkatan kemabruran hajinya adalah tergantung kepada
hal-hal sebagai berikut:
1)
Baik tidaknya niat
melakukan ibadah haji, artinya apakah niat haji seseorang itu benar-benar
lillahita’ala atu karena riya’ atau bisa juga karena untuk tujuan politik
2)
Sempurna/tidaknya
melaksanakan rukun-rukun haji dan kewajiban-kewajibanya
3)
Mampu/tidaknya
meninggalkan hal-hal yang dilarang melakukanya selama melaksanakan ibadah haji
4)
Banyak/sedikitnya
dalam melakukan sunah dalam ibadah haji
Selain dari kriteria secara global diatas, masih ada yang
sebenarnya sangat penting untuk diperhatikan, yaitu mampu/tidaknya dalam
menjalankan ibadah haji. Istilah mampu (istitho’ah) disini mempunyai
arti yang amat luas, tetapi kebanyakan ulama’ menafsirkan istitho’ah dengan “mempunyai bekal haji dan biaya
transportasi PP disamping nafkah untuk kepentingan keluarga yang ditinggal”.
Akan tetapi bahwa sahnya haji ibadah haji seseorang tidak tergantung orang yang
bersangkutan harus melakukannya sendiri, melainkan bisa dilakukan oleh anaknya,
saudaranya atau orang lain, sebagimana dalam hadis riwayat Abu Daud berikut:
لبّيْك
عن شبرمة قال: ومن شبرمة ؟ قال : اخٌ لى
او قريب لى. فقال: أحججت عن نفسك ؟
قال: لا، قال: فحجّ عن نفسك ثمّ حجّ عن شبرمة.
Nabi mendengar
seorang lelaki berkata,”saya datang memenuhi panggilanmu dari syubrumah”. Nabi bertanya, “ siapakah
Syubrumah itu?” Jawabnya, “ Ia adalah saudara lelakiku atau keluarga dekatku.”
Kemudian nabi bertanya,” apakah engkau sendiri sudah melakukan haji?”
Jawabnya,” belum.” Nabi bersabda,” lakukan haji dahulu untuk dirimu, kemudian
hajikanlah Syubrumah!”
Dari hadist di atas pun juga menunjukkan bahwa biaya haji
pun tidak harus dikeluarkan dari hartanya sendiri, melainkan bisa dibayarkan
oleh anaknya, ataupun orang lain atau dari sebuah lembaga pemerintah atau
suwasta dengan tugas atau tanpa tugas. Sebab yang menentukan syah atau tidaknya
haji ialah terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun haji.
Namun demikian uang yang dipakai untuk keperluan haji
harus dari harta yang halal agar hajinya dapat diterima oleh Allah sebagai haji
yang mabrur, sebagaimana dalam hadist Rosulullah SAW:
إنّ الله طيّب لا
يقبل الا طيّبا
Sesungguhnya
Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik.(HR. Bukhori Muslim)
اذا خرج الحاجّ حاج بنفقة طيّبة
ووضع له رجله فى الغرز, فنادى لبّيْك الله اللهم لبّيْك ناداه مناد من السماء
لبّيْك وسعديك زادك حلال وراحلتك حلال وحجّك مبرور غير مأزور. وإذا
خرج بالنّفقة الخبيثة فوضع رجله فى الغرز. فنادى لبّيك ناداه مناد من السماء لا
لبّيك ولا سعديك زادك حرام و نفقتكك حرام و حّجك مأزور غير معجور.
Apabila orang
haji dengan nafkah yang baik (halal) dan ia telah ia telah meletakan kakinya
pada sandaran kaki pada kendaraannya, kemudian ia memangil-manggil Tuhan dengan
ucapan, “ Labbika Allahumma Labbaik”, maka dijawablah panggilan itu dari langit
“ Labbaik wa sa’daik” (berbahagialah Allah telah menerima hajimu). Bekalmu
halal, kendaraanmu halal, dan hajimu diterima tanpa dikotori dengan dosa.
Tetapi apabila orang pergi haji dengan harta yang kotor (haram), lalu ia
meletakkan kakinya pada sandaran kaki pada kendaraannya, kemudian ia
memanggil-manggil, “ Labbaik...”, maka disambutlah panggilan itu dengan,” La
Labbaika wa la sa’daik”(Allah tidak menerima hajimu), bekalmu haram, nafkahmu
haram, dan hajimu dikotori dosa dan tidak diberi pahala.(HR. Thabrani)
Nah kemudian mengenai biaya haji, kaitanya dengan
pembahasaan materi ini, bagaimana hukum haji dengan menggunakan biaya hasil
undian berhadiah atau lotre, yang mana juga terdapat perbedaan pendapat
dikalangan ulama mengenai hukum undian. Untuk itu mari kita tinjau dulu
bagaimana hukum undian dalam islam.
1.
Definisi Undian Berhadiah dan Lotre
Undian merupakan kata lain dari lotre yang berasal dari bahasa Belanda loterij yang berarti undian berhadiah.
di dalam masyarakat lotre dipandang sebagi judi sedangkan undian tidak, padahal
keduanya merupakan sesuatu yang sama.
Adapun tujuan diselenggarakannya undian-undian tersebut
adalah untuk menghimpun dana sumbangan. Misalnya porkas dan SDSB adalah salah
suatu cara yang sangat efektif untuk menghimpun dana olahraga, karena dapat
menarik masyrakat berlomba-lomba membelinya dengan harapan akan memperoleh
hadiah yang dijanjikan atau untuk membantu proyek yang mau ditunjang dengan dana
itu.
Undian berhadiah juga menyebar ke berbagai sector, sampai
penjual barang pun banyak yang memberikan kupon berhadiah. Hingga saat ini
semua iklan produk tertentu mengiming-imingi hadiah yang kadang-kadang kurang
rasional. Akhirnya kecenderungan masyarakat (terutama kalangan masyarakat
bawah) membeli suatu barang semata-mata bukan karena memerlukannya
melainkan tertarik pada hadiahnya.
Dari bentuk-bentuk undian tersebut seandainya dilakukan
secara praktis dan individual maka hal tersebut dapat diqiyaskan kepada judi (maisir). Akan tetapi penyelenggaranya
adalah pemerintah yang berwenang dan tujuannya untuk dana sosial, dan
pembangunan, maka masalahnya menjadi sensitive dan rumit. Di satu sisi ada
nilai positivnya namun disisi lain banyak madhorotnya dan cenderung
controversial. Hal itu karena di balik adanya unsur judi terdapat juga tujuan
yang baik untuk masyarakat.
2.
Tinjauan Hukum Islam Mengenai Undian Berhadiah dan Lotre
Undian berhadiah atau lotre lebih dekat dengan judi. Judi
adalah permainan yang mengandung unsur taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih secara langsung yang sifatnya untung-untungan dan mengadu nasib. Semua
taruhan dengan cara mengadu nasib yang sifatnya untung-untungan dilarang keras oleh agama sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Al-Maidah ayat 90:
يا أيّها الذين
أمنوا إنما الخمر و الميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبه لعلّكم
تفلحون ّ
“ Hai orang-orang beriman sesungguhnya minum khomer, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji yang
merupakan perbuatan syeitan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan
keberuntungan.”
(QS. Al-Ma’idah:90)
Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa judi adalah
perbuatan keji dan mungkar yang akan menyebarkan kekejian di kalangan umat.
Orang yang kalah akan jatuh melarat sementara orang yang menang akan dibenci.
Semua pihak akan hanyut dibawa arus sebagaimana yang dijelaskan dalam surat
Al-Maidah ayat 91:
إنّما يرييد االشطان أن يوقع بينكم العداوة و البغضاء فى
الخمر و الميسر و يصدّكم عن ذكر الله و عن الصلاة فهل أنتم منتهوون ّ
“sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khomer dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu.”(QS.
Al-Ma’idah: 91)
Kemudian bagaimanakah hukumnya undian berhadiah dan lotre
apakah sama dengan judi? Sebagaimana dijelaskan tadi bahwa undian berhadiah
mempunyai unsur-unsur perjudian sedangkan hukum judi sudah tentu haram karena
terdapat unsur taruhan dan untung-untungan akan tetapi lotre tidak demikian.
Lotre bertujuan untuk menghimpun dana demi pembangunan yang mana merupakan sesuatu hal yang positif.
a.
Pendapat yang Mengharamkan Lotre atau Undian Berhadiah
Muktamar
Majlis Tarjih Muhammadiyah di Sidoharjo tanggal 27-31 Juli 1969 memutuskan
bahwa lotre sama dengan judi oleh karena itu hukumnya haram dengan pertimbangan
sebagaimana berikut:
a.
Lotre pada
hakikatnya dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian dengan unsur-unsur
pihak yang menerima hadiah sebagai pemenang dan pihak yang tidak mendapat
hadiah sebagai yang kalah.
b.
Oleh karena lotre
adalah salah satu jenis dari taruhan dan perjudian maka berlakukan nash shorih dalam Al-Qur’an surat
Al-Baqoroh ayat 183 dan 219, surat Al-Maidah ayat 90-91.
c.
Muktamar mengakui
bahwa bagian hasil lotre yang diambil oleh pihak penyelenggara mengandung
manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian ini betul-betul dipergunakan bagi
pembangunan
d.
Bahwa madhorot dan
akibat jelek yang ditimbulkan oleh tersebar luasnya taruhan dan perjudian dalam
masyarakat jauh lebih besar daripada manfaatnya yang diperoleh dari penggunaan
hasilnya.
Ahmad
Asy-Syirbashi dalam kitabnya yasalunaka
fid din wal hayah mengemukakan bahwa lotre adalah salah satu dari bentuk
praktek perjudian yang dilarang oleh agama Islam, keuntungan yang diperoleh
darinya juga haram. Titik pengharamannya terletak pada adanya unsur memakan
harta orang lain dengan cara batil, penipuan, dan kebodohan. Disamping itu
perbuatan judi mendorong orang untuk menggantungkan harapannya kepada
harapan-harapan yang dusta.[1]
Hal
yang senada dilontarkan oleh Dr. Yusuf Qordhowi yang memandang lotre adalah
praktek judi, belia beralasan sebagaimana berikut:
a.
Lotre atau undian
berhadiah mengandung unsur perjudian
b.
Praktek ini
menonjolkan egoisme dan mengenyampingkan semangat persaudaraan
c.
Merugikan banyak
konsumen dan menguntungkan satu orang
d.
Mengajarkan orang
untuk berlebihan karena kenyataannya para konsumen membeli terus barang-barang
yang sebenarnya tidak mereka butuhkan
b.
Pendapat Yang Membolehkan Lotre atau Undian Berhadiah
Menurut
Rosyid Ridho, lotre dan undian berhadiah yang dilakukan secara formal oleh
pemerintah yang ditujukan untuk pembangunan dan kemaslahatan bersama tidak
dapat di samakan dengan judi, karena manfaatnya lebih besar daripada
madhorotnya. Namun ia tampaknya tidak menghalalkan bagi orang-orang yang cocok
nomer undiannya untuk mengambil hadiahnya, karena dianggap memakan harta orang
lain dengan cara yang batil meskipun tidak menimbulkan permusuhan dan kebencian
antara mereka, serta juga tidak menyebabkan lupa pada Tuhan.[2]
Hal
yang senada dilontarkan oleh Abdurrohman Isa, ia mangasumsikan bahwa undian
berhadiah untuk amal itu tidak termasuk judi karena judi sebagaimana dirumuskan
oleh ulama syafi’iyah adalah antara kedua belah pihak yang berhadapan itu
masing-masing ada untung rugi, padahal dalam undian berhadiah untuk amal itu
pihak penyelenggara tidak menghadapi untung rugi, sebab uang yang akan masuk
sudah ditentukan sebagian untuk dana sosial dan sebagian lagi untuk hadiah dan
administrasi.[3]
Bahkan menurut beliau islam meberikan rekomendasi terhadap usaha penghimpunan
dana guna membantu lembaga sosial keagamaan dengan memakai sistem undian
berhadiah, agar masyarakat tertarik untuk membantu usaha sosial itu, akan
tetapi dengan syarat seperti berikut ini:
a.
Uang yang masuk
benar-benar untuk kepentingan sosial keagamaan dan sebagainya.
b.
Penarikan nomor
undian harus disaksikan oleh petugas dari Dept. Dalam Negri dan Dept. Sosial.
c.
Dana yang masuk
telah dibagi. Misalnya 60% untuk dana sosial keagamaan, sedangkan 40% untuk
hadiah dan biaya administrasi.
Dokter
Fuad Muhammad Fakhruddin pun mengikuti atau sependapat dengan pendapat diatas.
Sebagaimana dikutip oleh Ali Hasan, menurutnya bahwa lotre tidak termasuk dalam
kategori judi yang diharamkan. Lebih lanjut beliau berkata: “ pembeli lotre
apabila maksud dan tujuannya hanya menolong dan mengharapkan hadiah, maka dalam
perbuatan itu tidak tedapat unsur perjudian.
Selain
itu juga ulama Indonesia seperti Syeikh Ahmad Syurkati (Al-‘Irsyad) berpendapat
bahwa, lotre itu bukan judi karena bertujuan untuk menghimpun dana yang akan
disumbangkan untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan. Bahkan beliau mengakui bahwa
unur negatifnya
tidak ada, tetapi sangat kecil dibandingkan manfaatnya.
B. Hukum Haji Dengan Dana Undian
Dari penjelasan diatas maka dapat
kita ambil kesimpulan bagaimanakah hukum haji dengan dana undian. Undian bisa
dibagi menjadi tiga bagian :
1.
Undian tanpa syarat.
Bentuk dan contohnya : Di pusat-pusat perbelanjaan,
pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang
dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu
barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan
oleh seluruh pengunjung.
Hukumnya : Bentuk undian yang seperti ini adalah boleh. Karena asal
dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk
undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar, penipuan dan
selainnya.
2.
Undian dengan syarat membeli barang.
Bentuknya : Undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli
barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut.
Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah
seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau
telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon
untuk ikut undian.
Contoh lain : Sebagian perusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang
menarik seperti mobil, HP, Tiket, biaya Ibadah Haji dan selainnya bagi siapa
yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon/kartu undian. Kemudian
kupon/kartu undian itu dimasukkan pada kotak-kotak yang telah disiapkan oleh
perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya.
Hukumnya : Undian jenis ini tidak lepas dari dua keadaan :
a. Harga produk bertambah dengan
terselenggaranya undian berhadiah tersebut.
Hukumnya : Haram dan tidak boleh.
Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk
kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini
adalah maisir yang diharamkan dalam syari’at Islam.
b. Undian berhadiah tersebut tidak
mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar
melariskan produknya.
Hukumnya : Ada dua pendapat dalam masalah ini :
a. Hukumnya harus dirinci. Kalau ia
membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong kedalam
Maisir/Qimar yang diharamkan dalam syari’at karena pembelian barang tersebut
adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang ikut
dalam undian tersebut ada dua kemungkinan ; mungkin ia beruntung dan mungkin ia
rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar. Adapun kalau dasar maksudnya adalah
butuh kepada barang/produk tersebut setelah itu ia mendapatkan kupon untuk ikut
undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam mu’amalat adalah boleh dan
halal dan tidak bentuk Maisir maupun Qimar dalam bentuk ini. Rincian ini adalah
pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh,
Lajnah Baitut Tamwil Al-Kuwaiti dan Haiah Fatwa di Bank Dubai Al-Islamy.
b. Hukumnya adalah haram secara mutlak.
Ini adalah pandapat Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dan Al-Lajnah Ad-Da`imah.
Alasannya karena hal tersebut tidak lepas dari bentuk Qimar/Maisir dan mengukur
maksud pembeli, apakah ia memaksudkan barang atau sekedar ingin ikut undian
adalah perkara yang sulit.[4]
3.
Undian dengan mengeluarkan biaya.
Bentuknya : Undian yang bisa diikut setiap orang yang membayar biaya
untuk ikut undian tersebut atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian
tersebut dengan mengeluarkan biaya.
Contohnya : Mengirim kupon/kartu undian ke tempat pengundian dengan
menggunakan perangko pos. Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan biaya
sesuai dengan harga perangkonya.
Contoh lain : Ikut undian dengan mengirim SMS kelayanan telekomunikasi
tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yang telah ditentukan.
Contoh lain : Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa
dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk
mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga
biasa maupun tertentu (dikenal dengan pulsa premium).
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk
suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk
Qimar/Maisir.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam
pembiayaan ibadah haji tidak harus dikeluarkan dari hartanya sendiri, melainkan
bisa dibayarkan oleh anaknya, ataupun orang lain atau dari sebuah lembaga
pemerintah atau suwasta dengan tugas atau tanpa tugas. Sebab yang menentukan
syah atau tidaknya haji ialah terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun haji. Namun
demikian uang yang dipakai untuk keperluan haji harus dari harta yang halal
agar hajinya dapat diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur.
Bagaimana
hukum haji dengan menggunakan biaya hasil undian berhadiah atau lotre. Dan
undian terdapat 3 jenis undian. Apabila undian tanpa syarat maka hukumnya
boleh, karena
asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam
bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar,
penipuan dan selainnya.
Dan undian yang bersyarat harus membeli barang, terdapat
2 bentuk, yakni yang pertama jikalau harga produk bertambah dengan
terselenggaranya undian tersebut maka hukumnya haram, karena ia telah
mengeluarkan biaya untuk masuk ke dalam suatu mu’amalat. Dan jikalau undian
tersebut tidak mempengaruhi harga product, terdapat 2 pendapat mengenai hal
tersebut. Dan pendapat yang pertama yang paling kuat.
Sedangkan undian yang mana peserta harus mengeluarkan biaya, maka
hukumnya Haram
dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang
belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir. Wallahu a’lam
bishowab.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, Msjfuk. 1997. Masail
Fqhiyah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung
Sudrajat, Ajat. 2008. Fikih
Aktual. Yogyakarta: Stain Press Ponorogo
2 comments:
Makasih artikelnya cukup bagus dan bermanfaat..
Terimakasih,
Infonya bermanfaat banget.
Sebagai tambahan saja, kalau mau menangin hadiah dari tempat main kuis yang terpercaya bisa klik Kuis Berhadiah.
Oh ya,
Ditunggu kunjungan baliknya ke tulisan blog terbaru aku ya.
Cek :
- 5 Hero Mage Terkuat di Mobile Legends
- Tips Sehat Puasa Ramadhan
Salam kenal dari Mili ^_^
Post a Comment