Wednesday 23 May 2012

UNDIAN BERHADIAH IBADAH HAJI


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kesempurnaan menjalankan rukun islam setiap muslim tentunya berkeinginan untuk pergi ke baitullah dengan tujuan menjalankan ibadah haji, dalam menjalankan ibadah haji pun tidak semata-mata dengan mudah menjalankannya, ada banyak ketentuan yang harus dipenuhi baik sebelum mengerjakan maupun ketika berlangsungnya ibadah haji
Dalam memenuhi persyaratan ketika hendak menjalankan ibadah haji, biaya menjadi permasalahan atau hambatan yang paling utama, karna sebagaimana kita ketahui bahwa untuk pergi ke makkah memerlukan biaya yang tidak sedikit mengingat jarak negeri ini dengan saudi arabia juga cukup jauh, meskipun demikian di zaman yang serba mungkin ini banyak lembaga-lembaga yang mempublikasikan kesediaanya dalam memenuhi permasalahan seseorang yang ingin menunaikan ibadah haji tersebut, yaitu melalui undian berhadiah atau lotre.
Adanya undian tersebut ternyata menarik perhatian seorang muslim untuk berpartisipasi, hal ini tidak lepas karna keinginannya untuk menunaikan ibadah haji ke baitullah. Namun mengingat syarat sahnya ibadah haji supaya menjadi haji yang mabrur, segala perlengkapan atau persyaratan harus merupakan sesuatu yang halal. Masalah biaya pun tentunya harus merupakan hasil dari perkara yang halal.
Banyak diantara kalangan ulama yang berbeda pendapat mengenai kehalalan undian berhadiah atau lotre, maka kita harus hati-hati dengan hal itu, apalagi digunakan untuk sebuah ibadah besar seperti haji yang hanya dapat dikerjakan sekali dalam setahun.
       
B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana  definisi dari lotre atau undian berhadiah dan bagaimana jika digunakan untuk ibadah haji?
2.    Bagaimana pendapat para ulama menyikapi permasalahan undian berhadiah atau lotre?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ibadah haji dengan dana undian berhadiah
Haji merupakan ibadah yang wajib dikerjakan oleh setiap umat islam yang mampu melaksanakannya dan tentunya dengan memenuhi segala persyaratan yang telah ditetapkan termasuk rukun-rukun haji, supaya hajinya diterima oleh Allah SWT. Atau biasa kita sebut haji mabrur.
Perlu kita ketahui, bahwa nilai ibadah haji seseorang, atau dengan kata lain tingkatan kemabruran hajinya adalah tergantung kepada hal-hal sebagai berikut:
1)      Baik tidaknya niat melakukan ibadah haji, artinya apakah niat haji seseorang itu benar-benar lillahita’ala atu karena riya’ atau bisa juga karena untuk tujuan politik
2)      Sempurna/tidaknya melaksanakan rukun-rukun haji dan kewajiban-kewajibanya
3)      Mampu/tidaknya meninggalkan hal-hal yang dilarang melakukanya selama melaksanakan ibadah haji
4)      Banyak/sedikitnya dalam melakukan sunah dalam ibadah haji
Selain dari kriteria secara global diatas, masih ada yang sebenarnya sangat penting untuk diperhatikan, yaitu mampu/tidaknya dalam menjalankan ibadah haji. Istilah mampu (istitho’ah) disini mempunyai arti yang amat luas, tetapi kebanyakan ulama’ menafsirkan  istitho’ah  dengan “mempunyai bekal haji dan biaya transportasi PP disamping nafkah untuk kepentingan keluarga yang ditinggal”. Akan tetapi bahwa sahnya haji ibadah haji seseorang tidak tergantung orang yang bersangkutan harus melakukannya sendiri, melainkan bisa dilakukan oleh anaknya, saudaranya atau orang lain, sebagimana dalam hadis riwayat Abu Daud berikut:

لبّيْك عن شبرمة قال: ومن شبرمة ؟ قال : اخٌ لى  او قريب لى. فقال:  أحججت عن نفسك ؟ قال: لا، قال: فحجّ عن نفسك ثمّ حجّ عن شبرمة. 
     
Nabi mendengar seorang lelaki berkata,”saya datang memenuhi panggilanmu  dari syubrumah”. Nabi bertanya, “ siapakah Syubrumah itu?” Jawabnya, “ Ia adalah saudara lelakiku atau keluarga dekatku.” Kemudian nabi bertanya,” apakah engkau sendiri sudah melakukan haji?” Jawabnya,” belum.” Nabi bersabda,” lakukan haji dahulu untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah!”

Dari hadist di atas pun juga menunjukkan bahwa biaya haji pun tidak harus dikeluarkan dari hartanya sendiri, melainkan bisa dibayarkan oleh anaknya, ataupun orang lain atau dari sebuah lembaga pemerintah atau suwasta dengan tugas atau tanpa tugas. Sebab yang menentukan syah atau tidaknya haji ialah terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun haji.
Namun demikian uang yang dipakai untuk keperluan haji harus dari harta yang halal agar hajinya dapat diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur, sebagaimana dalam hadist Rosulullah SAW:

إنّ الله طيّب لا يقبل الا طيّبا

Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik.(HR. Bukhori Muslim)

اذا خرج الحاجّ حاج بنفقة طيّبة ووضع له رجله فى الغرز, فنادى لبّيْك الله اللهم لبّيْك ناداه مناد من السماء لبّيْك  وسعديك زادك  حلال وراحلتك حلال وحجّك مبرور غير مأزور. وإذا خرج بالنّفقة الخبيثة فوضع رجله فى الغرز. فنادى لبّيك ناداه مناد من السماء لا لبّيك ولا سعديك زادك حرام و نفقتكك حرام و حّجك مأزور غير معجور.

Apabila orang haji dengan nafkah yang baik (halal) dan ia telah ia telah meletakan kakinya pada sandaran kaki pada kendaraannya, kemudian ia memangil-manggil Tuhan dengan ucapan, “ Labbika Allahumma Labbaik”, maka dijawablah panggilan itu dari langit “ Labbaik wa sa’daik” (berbahagialah Allah telah menerima hajimu). Bekalmu halal, kendaraanmu halal, dan hajimu diterima tanpa dikotori dengan dosa. Tetapi apabila orang pergi haji dengan harta yang kotor (haram), lalu ia meletakkan kakinya pada sandaran kaki pada kendaraannya, kemudian ia memanggil-manggil, “ Labbaik...”, maka disambutlah panggilan itu dengan,” La Labbaika wa la sa’daik”(Allah tidak menerima hajimu), bekalmu haram, nafkahmu haram, dan hajimu dikotori dosa dan tidak diberi pahala.(HR. Thabrani)

Nah kemudian mengenai biaya haji, kaitanya dengan pembahasaan materi ini, bagaimana hukum haji dengan menggunakan biaya hasil undian berhadiah atau lotre, yang mana juga terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai hukum undian. Untuk itu mari kita tinjau dulu bagaimana hukum undian dalam islam.

1.      Definisi Undian Berhadiah dan Lotre
Undian merupakan kata lain dari  lotre yang berasal dari bahasa Belanda loterij yang berarti undian berhadiah. di dalam masyarakat lotre dipandang sebagi judi sedangkan undian tidak, padahal keduanya merupakan sesuatu yang sama.
Adapun tujuan diselenggarakannya undian-undian tersebut adalah untuk menghimpun dana sumbangan. Misalnya porkas dan SDSB adalah salah suatu cara yang sangat efektif untuk menghimpun dana olahraga, karena dapat menarik masyrakat berlomba-lomba membelinya dengan harapan akan memperoleh hadiah yang dijanjikan atau untuk membantu proyek yang mau ditunjang dengan dana itu.
Undian berhadiah juga menyebar ke berbagai sector, sampai penjual barang pun banyak yang memberikan kupon berhadiah. Hingga saat ini semua iklan produk tertentu mengiming-imingi hadiah yang kadang-kadang kurang rasional. Akhirnya kecenderungan masyarakat (terutama kalangan masyarakat bawah) membeli suatu barang semata-mata bukan karena memerlukannya melainkan  tertarik pada hadiahnya.
Dari bentuk-bentuk undian tersebut seandainya dilakukan secara praktis dan individual maka hal tersebut dapat diqiyaskan kepada judi (maisir). Akan tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah yang berwenang dan tujuannya untuk dana sosial, dan pembangunan, maka masalahnya menjadi sensitive dan rumit. Di satu sisi ada nilai positivnya namun disisi lain banyak madhorotnya dan cenderung controversial. Hal itu karena di balik adanya unsur judi terdapat juga tujuan yang baik untuk masyarakat.

2.      Tinjauan Hukum Islam Mengenai Undian Berhadiah dan Lotre
Undian berhadiah atau lotre lebih dekat dengan judi. Judi adalah permainan yang mengandung unsur taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung yang sifatnya untung-untungan dan mengadu nasib. Semua taruhan dengan cara mengadu nasib yang sifatnya untung-untungan dilarang keras oleh agama sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 90:

يا أيّها الذين أمنوا إنما الخمر و الميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبه لعلّكم تفلحون ّ

Hai orang-orang beriman sesungguhnya minum khomer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji yang merupakan perbuatan syeitan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.”
(QS. Al-Ma’idah:90)

Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa judi adalah perbuatan keji dan mungkar yang akan menyebarkan kekejian di kalangan umat. Orang yang kalah akan jatuh melarat sementara orang yang menang akan dibenci. Semua pihak akan hanyut dibawa arus sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 91:

إنّما يرييد االشطان أن يوقع بينكم العداوة و البغضاء فى الخمر و الميسر و يصدّكم عن ذكر الله و عن الصلاة فهل أنتم منتهوون ّ

sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khomer dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu.”(QS. Al-Ma’idah: 91)

Kemudian bagaimanakah hukumnya undian berhadiah dan lotre apakah sama dengan judi? Sebagaimana dijelaskan tadi bahwa undian berhadiah mempunyai unsur-unsur perjudian sedangkan hukum judi sudah tentu haram karena terdapat unsur taruhan dan untung-untungan akan tetapi lotre tidak demikian. Lotre bertujuan untuk menghimpun dana demi pembangunan yang mana merupakan sesuatu hal yang positif.

a.    Pendapat yang Mengharamkan Lotre atau Undian Berhadiah
Muktamar Majlis Tarjih Muhammadiyah di Sidoharjo tanggal 27-31 Juli 1969 memutuskan bahwa lotre sama dengan judi oleh karena itu hukumnya haram dengan pertimbangan sebagaimana berikut:
a.    Lotre pada hakikatnya dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian dengan unsur-unsur pihak yang menerima hadiah sebagai pemenang dan pihak yang tidak mendapat hadiah sebagai yang kalah.
b.    Oleh karena lotre adalah salah satu jenis dari taruhan dan perjudian maka berlakukan nash shorih dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 183 dan 219, surat Al-Maidah ayat 90-91.
c.    Muktamar mengakui bahwa bagian hasil lotre yang diambil oleh pihak penyelenggara mengandung manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian ini betul-betul dipergunakan bagi pembangunan
d.   Bahwa madhorot dan akibat jelek yang ditimbulkan oleh tersebar luasnya taruhan dan perjudian dalam masyarakat jauh lebih besar daripada manfaatnya yang diperoleh dari penggunaan hasilnya.

Ahmad Asy-Syirbashi dalam kitabnya yasalunaka fid din wal hayah mengemukakan bahwa lotre adalah salah satu dari bentuk praktek perjudian yang dilarang oleh agama Islam, keuntungan yang diperoleh darinya juga haram. Titik pengharamannya terletak pada adanya unsur memakan harta orang lain dengan cara batil, penipuan, dan kebodohan. Disamping itu perbuatan judi mendorong orang untuk menggantungkan harapannya kepada harapan-harapan yang dusta.[1]
Hal yang senada dilontarkan oleh Dr. Yusuf Qordhowi yang memandang lotre adalah praktek judi, belia beralasan sebagaimana berikut:
a.    Lotre atau undian berhadiah mengandung unsur perjudian
b.    Praktek ini menonjolkan egoisme dan mengenyampingkan semangat persaudaraan
c.    Merugikan banyak konsumen dan menguntungkan satu orang
d.   Mengajarkan orang untuk berlebihan karena kenyataannya para konsumen membeli terus barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan

b.   Pendapat Yang Membolehkan Lotre atau Undian Berhadiah
Menurut Rosyid Ridho, lotre dan undian berhadiah yang dilakukan secara formal oleh pemerintah yang ditujukan untuk pembangunan dan kemaslahatan bersama tidak dapat di samakan dengan judi, karena manfaatnya lebih besar daripada madhorotnya. Namun ia tampaknya tidak menghalalkan bagi orang-orang yang cocok nomer undiannya untuk mengambil hadiahnya, karena dianggap memakan harta orang lain dengan cara yang batil meskipun tidak menimbulkan permusuhan dan kebencian antara mereka, serta juga tidak menyebabkan lupa pada Tuhan.[2]
Hal yang senada dilontarkan oleh Abdurrohman Isa, ia mangasumsikan bahwa undian berhadiah untuk amal itu tidak termasuk judi karena judi sebagaimana dirumuskan oleh ulama syafi’iyah adalah antara kedua belah pihak yang berhadapan itu masing-masing ada untung rugi, padahal dalam undian berhadiah untuk amal itu pihak penyelenggara tidak menghadapi untung rugi, sebab uang yang akan masuk sudah ditentukan sebagian untuk dana sosial dan sebagian lagi untuk hadiah dan administrasi.[3] Bahkan menurut beliau islam meberikan rekomendasi terhadap usaha penghimpunan dana guna membantu lembaga sosial keagamaan dengan memakai sistem undian berhadiah, agar masyarakat tertarik untuk membantu usaha sosial itu, akan tetapi dengan syarat seperti berikut ini:
a.    Uang yang masuk benar-benar untuk kepentingan sosial keagamaan dan sebagainya.
b.   Penarikan nomor undian harus disaksikan oleh petugas dari Dept. Dalam Negri dan Dept. Sosial.
c.    Dana yang masuk telah dibagi. Misalnya 60% untuk dana sosial keagamaan, sedangkan 40% untuk hadiah dan biaya administrasi.
Dokter Fuad Muhammad Fakhruddin pun mengikuti atau sependapat dengan pendapat diatas. Sebagaimana dikutip oleh Ali Hasan, menurutnya bahwa lotre tidak termasuk dalam kategori judi yang diharamkan. Lebih lanjut beliau berkata: “ pembeli lotre apabila maksud dan tujuannya hanya menolong dan mengharapkan hadiah, maka dalam perbuatan itu tidak tedapat unsur perjudian.
Selain itu juga ulama Indonesia seperti Syeikh Ahmad Syurkati (Al-‘Irsyad) berpendapat bahwa, lotre itu bukan judi karena bertujuan untuk menghimpun dana yang akan disumbangkan untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan. Bahkan beliau mengakui bahwa unur negatifnya tidak ada, tetapi sangat kecil dibandingkan manfaatnya.

B.     Hukum Haji Dengan Dana Undian
Dari penjelasan diatas maka dapat kita ambil kesimpulan bagaimanakah hukum haji dengan dana undian. Undian bisa dibagi menjadi tiga bagian :
1.       Undian tanpa syarat.
Bentuk dan contohnya : Di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung.
Hukumnya : Bentuk undian yang seperti ini adalah boleh. Karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar, penipuan dan selainnya.
2.      Undian dengan syarat membeli barang.
Bentuknya : Undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut.
Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon untuk ikut undian.
Contoh lain : Sebagian perusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang menarik seperti mobil, HP, Tiket, biaya Ibadah Haji dan selainnya bagi siapa yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon/kartu undian. Kemudian kupon/kartu undian itu dimasukkan pada kotak-kotak yang telah disiapkan oleh perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya.
Hukumnya : Undian jenis ini tidak lepas dari dua keadaan :
a.       Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut.
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yang diharamkan dalam syari’at Islam.
b.      Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya.
Hukumnya : Ada dua pendapat dalam masalah ini :
a.    Hukumnya harus dirinci. Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong kedalam Maisir/Qimar yang diharamkan dalam syari’at karena pembelian barang tersebut adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan ; mungkin ia beruntung dan mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar. Adapun kalau dasar maksudnya adalah butuh kepada barang/produk tersebut setelah itu ia mendapatkan kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal dan tidak bentuk Maisir maupun Qimar dalam bentuk ini. Rincian ini adalah pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh, Lajnah Baitut Tamwil Al-Kuwaiti dan Haiah Fatwa di Bank Dubai Al-Islamy.
b.   Hukumnya adalah haram secara mutlak. Ini adalah pandapat Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dan Al-Lajnah Ad-Da`imah. Alasannya karena hal tersebut tidak lepas dari bentuk Qimar/Maisir dan mengukur maksud pembeli, apakah ia memaksudkan barang atau sekedar ingin ikut undian adalah perkara yang sulit.[4]

3.      Undian dengan mengeluarkan biaya.
Bentuknya : Undian yang bisa diikut setiap orang yang membayar biaya untuk ikut undian tersebut atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian tersebut dengan mengeluarkan biaya.
Contohnya : Mengirim kupon/kartu undian ke tempat pengundian dengan menggunakan perangko pos. Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan biaya sesuai dengan harga perangkonya.
Contoh lain : Ikut undian dengan mengirim SMS kelayanan telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yang telah ditentukan.
Contoh lain : Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga biasa maupun tertentu (dikenal dengan pulsa premium).
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dalam pembiayaan ibadah haji tidak harus dikeluarkan dari hartanya sendiri, melainkan bisa dibayarkan oleh anaknya, ataupun orang lain atau dari sebuah lembaga pemerintah atau suwasta dengan tugas atau tanpa tugas. Sebab yang menentukan syah atau tidaknya haji ialah terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun haji. Namun demikian uang yang dipakai untuk keperluan haji harus dari harta yang halal agar hajinya dapat diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur.
Bagaimana hukum haji dengan menggunakan biaya hasil undian berhadiah atau lotre. Dan undian terdapat 3 jenis undian. Apabila undian tanpa syarat maka hukumnya boleh, karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar, penipuan dan selainnya.
Dan undian yang bersyarat harus membeli barang, terdapat 2 bentuk, yakni yang pertama jikalau harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian tersebut maka hukumnya haram, karena ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk ke dalam suatu mu’amalat. Dan jikalau undian tersebut tidak mempengaruhi harga product, terdapat 2 pendapat mengenai hal tersebut. Dan pendapat yang pertama yang paling kuat.
Sedangkan undian yang mana peserta harus mengeluarkan biaya, maka hukumnya Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir. Wallahu a’lam bishowab.




DAFTAR PUSTAKA

Zuhdi, Msjfuk. 1997. Masail Fqhiyah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung
Sudrajat, Ajat. 2008. Fikih Aktual. Yogyakarta: Stain Press Ponorogo



[1] Ajat, Sudrajat, Fikih Aktual, Yogyakarta, STAIN PRES PONOROGO, 2008, hlm. 220
[2] Ibid, hlm. 217
[3] Prof. Drs.H.Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyat. Jakarta, PT.TOKO GUNUNG AGUNG, 1997, hlm.148-149

2 comments:

Anonymous said...

Makasih artikelnya cukup bagus dan bermanfaat..

Milikumi said...

Terimakasih,
Infonya bermanfaat banget.

Sebagai tambahan saja, kalau mau menangin hadiah dari tempat main kuis yang terpercaya bisa klik Kuis Berhadiah.

Oh ya,
Ditunggu kunjungan baliknya ke tulisan blog terbaru aku ya.
Cek :
- 5 Hero Mage Terkuat di Mobile Legends
- Tips Sehat Puasa Ramadhan

Salam kenal dari Mili ^_^